Skip to main content

Laporan Praktikum Manajemen Padang Penggembalaan (MPP)




BAB I
PENDAHULUAN

Padang penggembalaan merupakan suatu areal yang ditumbuhi vegetasi dominan famili Gramineae dan mungkin juga terdapat jenis tumbuhan lainya seperti legum, dan tanaman lainya yang digunakan untuk makanan ternak. Padang penggembalaan terdiri atas padang penggembalaan alamyaitu dimana spesies tumbuh-tumbuhan pakan ternak yang terdapat dalam golongan ini belum disebar atau ditanam dan floranya relatif belum diganggu oleh campur tangan manusia, padang penggembalaan yang telah diperbaiki yaitu spesies-spesies hijauan pakan ternak dalam golongan ini belum disebar atau ditanam tetapi komposisi botaninya telah diubah dengan jalan mengatur penggembalaaan dengan seksama, padang penggembalaan buatanyaitu dimana tanaman-tanaman pakan ternak dalam padangan telah ditanam, disebar dan dikembangkan oleh manusia,serta sistem pengembalaan dengan irigasimerupakan jenispadangan yang  biasanya terdapat di daerah sepanjang sungai atau dekat sumber air.

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui secara langsung macam-macam padang penggembalaan, produktivitas suatu padang penggembalaan dengan menganalisis komposisi botani, hubungan antara penguasaan sasaran tumbuh dengan BK pakan dan estimasi produksi padang penggembalaan. Manfaat praktikum ini adalah dapat membedakan macam sistem penggembalaan, mengetahui cara mengukur produktivitas suatu lahan sehingga dapat membandingkan dengan literatur.




BAB II
MATERI DAN METODE

Praktikum managemen padang penggembalaan dilaksanakan pada hari Rabu tangga ------ di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPU-HPT) Baturraden, Purwokerto dan Pengovenan Bahan kering sampel pada ------- di Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman, -------
2.1. Materi
Alat yang digunakan pada praktikum yaitu timbangan berfungsi untuk menimbang sampel hijauan pakan ternak yang dipotong, sabit atau gunting digunakan untuk memotong hijauan pakan ternak, penggaris atau pita ukur untuk menghitung diameter tanaman, kayu atau bambu digunakan sebagai media pembuatan frame, rafia atau kawat untuk mengeratkan kayu untuk dibuat frame, trashbag dan plastik sebagai wadah hijauan yang telah dipotong,  amplop coklat digunakan sebagai wadah pada saat penghitungan BK sampel, serta alat tulis untuk mencatat hasil.

2.2. Metode
2.2.1.      Macam-macam Padang Penggembalaan
Metode yang digunakan adalah menyiapakan alat tulis untuk mencatat  penjelasan dari pemandu. Mengamati berbagai macam padang penggembalaan yang terdapat pada lapangan. Mencatat tanaman yang ada pada masing-masing padang penggembalaan serta mencatat tahun berdiri perusahaan dan renovasinya.

2.2.2.      Sistem Padang Penggembalaan
            Metode yang digunakan adalah menyiapkan alat tulis untuk mencatat  penjelasan dari pemandu, kemudian mengamati berbagai macam sistem padang penggembalaan yang terdapat pada lapangan. Mencatat jenis ternak yang digembala yang ada pada masing-masing padang penggembalaan dan mencatat jumlah ternak yang ada pada padang penggembalaan.

2.2.3.      Produksi dan Estimasi Daya Tampung Rumput Cuplikan
Metode yang digunakan adalah menyiapkan bujur sangkar dengan ukuran 1x1 m2, kemudian membuat petak cuplikan pertama secara acak. Mengambil cuplikan kedua dengan cara melempar bujur sangkar ke arah depan, kanan atau kiri dari cuplikan pertama. Menarik garis lurus dengan jarak 10 langkah dari petak pertama dan mengulangnya sebanyak lima ulangan. Memotong semua hijauan pada petak sedekat mungkin dengan tanah, lalu memasukkannya kedalam plastik dan menimbangnya. Menghitung produksi dan daya tampung padang penggembalaan dengan rumus sebagai berikut :



(y-1) s = r
Keterangan:  
y = jumlah satuan luas tanah terkecil yang dibutuhkan seekor sapi/ha/tahun
s = periode merumput pada setiap satuan ternak
r = periode istirahat

2.2.4.      Analisis Komposisis Botani
Metode yang digunakan adalah membuat bujur sangkar terlebih dahulu menggunakan bambu. Membuat petak cuplikan pertama. Menentukannya secara acak seluas 1m2bujur sangkar atau lingkaran berdiameter 1 m. Mengamati dan mencatat vegetasi yang ada dalam petak tersebut, mengukur coverage. Memotong hijauam sedekat mungkin dengan tanah. Memotongan hijauan hanya dalam satu petak dan selebihnya hanya mengamati vegetasinya saja. Mengambil cuplikan kedua dengan cara melempar bujur sangkar ke arah depan, kanan atau kiri dari cuplikan pertama. dan mengulanginya sama sampai ulangan 5 atau petak 5. Menimbang sampel cuplikan masing- masing seberat 100 gr sebanyak dua, kemudian memasukkan kedalam amplop yang telah ditimbang. Mengoven sampel selama 24 jam, setelah 24 jam mengeluarkan amplop dari oven. Menimbang berat sampel dengan amplop, setelah itu menghitung Densitas (DNS), Densitas relatif, Frekuensi (F), Frekuensi relatif, Dominasi (DMI), Dominasi relatif, Nilai Kepentingan (K) dan Space Domination Ratio (SDR) dengan rumus sebagai berikut :
a.       Densitas (DNS)                 =
b.      Densitas relatif                  =
c.       Frekuensi (F)                     =
d.      Frekuensi relatif                =
e.       Dominasi (DMI)               =
f.       Dominasi relatif                =
g.      Nilai kepentingan (K)       =      Dens. Rel. + Frek. Rel. + Dom. Rel.
h.      Space Dominan Ratio (SDR)   =  Nilai Kepentingan : 3
           
2.2.5.      Produksi  dan Daya Tampung Rumput Potong
            Metode yang digunakan adalah memilih cuplikan secara acak. Memotong empat rumpun rumput raja yang berjarak 60x60. Menimbang keseluruhan rumput potong, setelah itu memotongnya. Menimbang sampel masing-masing 100 gr sebanyak dua sampel memasukannya pada amplop. Setelah itu mengovennya selama 24 jam, setelah 24 jam mengeluarkan amplop dari oven. Menimbang berat sampel dengan amplop, setelah itu menghitung PR (Produksi rumput potong). Menghitung produksi rumput dengan menggunakan rumus:
PR       =
Keterangan:
PR         = Produksi kumulatif per hektar per tahun
BB         = Bulan Basah
BB x 30 = Jumlah hari musim hujan
BK         = Bulan Kering
BK x 30 = Jumlah hari musim kering
46 & 46 = Interval Pemotongan
p            = Produksi musim hujan sekali panen
p            = Produksi musim kemarau sekali panen



BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.      Profil BBPU-HPT Baturraden
            Sekitar tahun 1950 pemerintah Daerah RI membangun peternakan sapi perah didaerah Baturraden dan diresmikan pada tanggal 22 Juli 1953 dengan nama Induk Taman Ternak Baturraden oleh Drs. Moh Hatta.dengan dukungan Gubernur Jawa Tengah dan bantuan dari Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) mulailah dilaksanakan kegiatan dengan mengadakan perluasan lahan, mendistribusikan sapi perah di wilayah Kabupaten Banyupas dan membangun sarana perusahaan yang sekarang dipercayakan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah. Pada tanggal 24 Mei 2013 sesuai dengan Permentan (No.55/Permentan/OT.140/5/2013), berganti nama menjadi Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPU-HPT) Baturraden. Lokasi BBPTU-HPT Baturraden berada dilereng kakiGunung Slamet sisi arah Selatan denan temperature ± 18 - 30º, kelembaban anatara 70 – 80%, dan curah hujan yang cukup tinggi yaitu 3.000 – 3.500 mm/th. Menurut Rukmana (2005) mengatakan bahwa ketersediaan air yang cukup, membantu tanam pakan untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik, dengan produksi tanaman pakan yang baik akan memperbaiki mutu dan produksi ternak. Hijauan pakan yang dibudidayakan di BBPU-HPT Baturraden adalah jenis rumput seperti rumput gajah, rumput raja, Brachiaria decumbens, Setaria selandia Green panix, Setaria spacelata, , rumput mexsico dan rumput lapang serta jenis legume seperti Arachis pintoi, gamal, lamtoro,alfalfa supaya dapat memenuhi kebutuhan ternak. Menurut Basya (2008) mengatakan bahwa hijauan dipadang penggembalaan disamping rumput-rumputan yang ada harus ditanami leguminosa agar kualitas hijauan lebih tinggi. Wilayah BPPTU-PHT Baturraden meliputi 4 (empat) area, keempat area tersebut berada yaitu : (a) area Farm Tegalsari; (b) area Farm Lipakuwus; (c) area Munggangsari dan (d) area Farm Manggala.

3.2.      Macam-Macam Padang Penggembalaan
Berdasarkan vegetasinya padang penggembalaan di BBPTU sapi perah Baturraden digolongkan dalam beberapamacam diantaranya :
Tabel 1.Macam-Macam Padang Penggembalaan.
No.
Nama Padang Penggembalaan
Jenis Tanaman
Berapa Tahun Diusahakan
Berapa Kali Direnovasi
1.
Tegal sari
(padang penggembalaan semi alami)

-Brachiaria decumbens
-Rumput Bebe
-Rumput Lapang
1950
2 kali (dengan penambahan tanaman)
2.
Lipakuwus
(padang penggembalaan buatan)

-Brachiaria decumbens
-Rumput Lapang
1950
2 kali

3.
Manggala
(padang penggembalaan buatan)
-Brachiaria decumbens
-Star Grass
-Ruput Setaria
2012
1 kali
Sumber: Data Primer Praktikum Manajemen Padang Penggembalaan, 2014.

Berdasarkan hasil wawancara dalam praktikum dengan materi macam-macam padang penggembalaan diketahui bahwa jenis padang penggembalaan  di BBPTU sapi perah Baturraden terdapat beberapa macam padang penggembalaan yang diantaranya padang penggembalaan buatan yang terdapat di Manggala, Munggang sari, serta di Lipakuwes. Jenis padang penggembalaan buatan adalah seperti padang rumput buatan atau temporer dimana hijauan makanan ternak telah disebar atau ditanam. Menurut Rusmadi (2007) Sistem pertanaman campuran antara rumput dan leguminosa, keuntungannya dibandingkan sistem pertanaman murni, yaitu : leguminosa ditanam bersama rumput-rumput untuk keuntungan rumput-rumput tersebut, karena leguminosa lebih kaya akan kandungan nitrogen dan kalsium (kapur) dibandingkan dengan rumput-rumput, dan menaikkan gizi pada penggembalaan. Selain jenis penggembalaan buatan juga terdapat jenis penggembalaan yang sudah diperbaiki yang terdapat di Tegalsari. Pada jenis padang penggembalaan seperti ini, hijauan hijauan makanan ternak dalam padang penggembalaan masih murni atau belum ditanami manusia, tetap komposisi botaninya telah diubah, misalnya dengan pemotongan. Menurut Wirdahayati dan Bamualim (2007) upaya perbaikan dan pemeliharaan padang penggembalaan perlu untuk mengurangi tekanan penggunaan yang eksesif dan memadai sebagai areal penggembalaan, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ternak yang optimal/memadai.



3.3.      Sistem Penggembalaan Ternak
            Berdasarkan hasil praktikum manajemen padang penggembalaan dengan acara sistem penggembalaan ternak di peroleh data sebagai berikut :
Tabel 2.Macam-macam Sistem Penggembalaan.
No
Macam Sistem Penggembalaan
Jenis Ternak yang Digembalakan
Jumlah Ternak yang Digembalakan
1.
Manggala (berpantang)
Sapi perah PFH : dara dan laktasi
250
2.
Tegalsari (bergilir)
Sapi perah PFH : pedet, dara , laktasi
480
3.
Lipakuwus (bergilir)
Sapi perah PFH : pedet, dara , laktasi
470
Sumber :Data Primer Praktikum Manajemen Padang Penggembalaan, 2014.        
            Berdasarkan hasil wawancara diperoleh hasil bahwa sistem penggembalaan yang diterapkan di padang penggembalaan (BBPU-HPT) Baturraden adalah sistem penggembalaan bergilir dan berpantang. Pada padang penggembalaan Manggala merupakan sistem penggembalaan berpantang dan ternak yang digembalakan adalah sapi perah PFH yaitu sapi dara dan laktasi yang jumlahnya sebesar 250 ekor sedangkan pada Tegalsari merupakan sistem penggembalaan bergilir  dan ternak yang digembalakan adalah sapi perah PFH yaitu pedet, dara, dan laktasi dengan jumlah 480 ekor. Serta pada Limpakuwus ternak merupakan sistem penggembalaan bergilir dan yang digembalakan adalah sapi perah PFH yang terdiri dari pedet, dara dan laktasi yang jumlahnya sebesar 470 ekor. Sistem penggembalaan bergilir merupakan usaha untuk mengatasi under grazing dan over grazing dan tujuannya untuk menggunakan padang penggembalaan pada saat hijauan masih muda dan bernilai gizi tinggi serta memberikan waktu untuk tumbuh kembali (regrowth) bagi hijauan pakan. Sedangkan penggembalaan berpantang yaitu dengan menyisihkan dan mengistirahatkan padang penggembalaan untuk fase berikutnya. Biasanya dengan pembuatan standing hay di daerah tropika sehingga bermanfaat pada musim kemarau dan cara ini untuk memperbaiki padang penggembalaan alam supaya member kesempatan tanaman berkembang baik. Hal ini sesuai pendapat Rusmadi (2007) yang menyatakan bahwa penggembalaan bergilir, dimana padang penggembalaan dibagi dalam beberapa petakan, tujuan cara penggembalaan bergilir adalah untuk menggunakan padang penggembalaan pada waktu hijauan masih muda dan bernilai gizi tinggi serta memberikan waktu yang cukup untuk tumbuh kembali. Dan ditambahkan oleh pendapat Junaidi dan Sawen (2010) menyatakan bahwa untuk memperbaiki padang penggembalaan dengan mengistirahatkan padang penggembalaan tersebut agar memberi kesempatan legume untuk tumbuh lebih baik dan menambah jumlah dan jenis legume pada padang penggembalaan tersebut serta mengatur waktu dan jumlah ternak yang digembalakan pada padang penggembalaan tersebut.



3.4.      Produksi dan Estimasi Daya Tampung Rumput Cuplikan
Berdasarkan hasil praktikum manajemen padang penggembalaan dengan acara sistem penggembalaan ternak di peroleh data sebagai berikut :

Tabel 3.Perhitungan Produksi dan Estimasi Daya Tampung Rumput Cuplikan.
Daya Tampung Berat
Segar (gr)
Daya Tampung Bahan Kering (%)
Hijauan
Tersedia (ton/ha)
Estimasi Daya Tampung (UT/tahun)

290

14,25

11,6

7,76

Sumber :Data Primer Praktikum Manajemen Padang Penggembalaan, 2014.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa produksi bahan kering hijauan rata-rata adalah 14,25 % BK / ha / tahun. Hasil analisis tersebut menggunakan sampel rumput yang ada di lapangan sebanyak 4 rumpun dengan berat segar cuplikan sebesar 290 gram, hijauan tersedia 11,6 ton/ha, produksi BK pada sampel pertama sebesar 13,25 % dan BK sampel kedua sebesar 15,1 % dan estimasi daya tampung sebesar 7,76 UT/tahun. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa produksi hijauan di padang penggembalaan Tegal Sari, Lipakuwus dan Manggala cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdullah (2009) yang menyatakan pada umumnya hijauan tanaman rumput produksinya dapat mencapai 5,5 – 9,5 ton BK/ha dengan bobot badan sapi sebesar 500 kg/ekor/tahun, dan satu ekor sapi membutuhkan hijauan kering 2,3-3 % bobot badannya. Data tampung pada padang penggembalaan BBPU-HPT Baturraden dapa di katakana tinggi atau produktif  karena untuk dapat dinyatakan prouktif, suatu padang penggembalaan harus mempunyai daya tamping menimal 2,5 UT/ha/tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Rusdin et al. (2009) yang menyatakan bahwa suatu padang penggembalaan dinyatakan produktif apabila minimal mempunyai daya tampung 2,5 UT/ha/tahun. Ditambahkan oleh Santoso (2010) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas rumput adalah kemiringan lahan, kecepatan pertumbuhan tanaman, kerusakan lahan, keadaan variasi iklim, dan keadaan ekologi padang penggembalaan.
3.5.      Analisis Komposisi Botani
            Berdasarkan hasil praktikum manajemen padang penggembalaan dengan acara sistem penggembalaan ternak di peroleh data sebagai berikut :
Tabel 4. Analisis Komposisi Botani Metode Dry Weight Rank.
Jenis Tanaman
Persentase (%)
Hasil Praktikum
Literatur
Brachiaria ruziensis
55,4*
66,625**
Pangola grass
13,8*
16,495**
Arachis pintoe
30,8*
16,885**
Sumber: * Data Primer Praktikum Manajemen Padang Penggembalaan, 2014
               ** Saragih dan Tero, 2009

55,4%
B = 7,2/52,2 x 100% = 13,8%
C = 16,08/52,2 x 100% = 30,8%

            Berdasarkan praktikum dengan materi analisis komposisi botani diperoleh hasil bahwa komponen Brachiaria ruziensis 55,4% ,Pangola grass 13,8%,  sedangkan komponen Arachis pintoe sebesar 30,8%. Persentase rumput dan legum bila di bagi perbandingan di peroleh hasil 7 : 3. Padang penggembalaan ini termasuk pada kualitas yang baik, di karenakan persentase legum lebih sedikit di bandingkan prosentase rumput. Padang penggembalaan yang baik memiliki persentase rumput yang lebih banyak di bandingkan dengan persentase legumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Saragih (2009) menyatakan bahwa kondisi optimum  suatu padang penggembalaan yang baik adalah komposisi 60% rumput dan 40% leguminosa. Adapun yang menyebabkan kualitas padang penggembalaan itu sendiri ada beberapa faktor di antaranya iklim di daerah itu, kondisi tanah dan pemanfaatan untuk ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Sawen (2011) menyatakan bahwa komposisi suatu padangan tidak konstan, disebabkan karena adanya perubahan susunan akibat adanya pengaruh iklim, kondisi tanah dan juga pemanfaatannya oleh ternak. Produksi rumput juga di pengaruhi oleh gulma, karena gulma bisa menjadi pesaing untuk mendapatkan asupan nutrient sehingga mempengaruhi pertumbuhan rumput. Hal ini sesuai dengan pendapat Prawiradwiputra (2007) bahwa gulma dapat menimbulkan persaingan dengan tanaman lain, dalam hal ini dengan rumput dan legum pakan di padang penggembalaan, sehingga mengurangi produktivitas padang penggembalaan.

3.6.      Menghitung Produksi Rumput Potong dengan Cuplikan
Berdasarkan hasil praktikum manajemen padang penggembalaan dengan acara sistem penggembalaan ternak di peroleh data sebagai berikut :
Tabel 5.Perhitungan Produksi, Estimasi Daya Tampung Rumput Cuplikan, dan Evaluasi Kecukupan Kebutuhan Ternak.
Produksi Berat Segar
(ton BS/ha/tahun)
Produksi Bahan Kering
(ton BK/ha/tahun)
Konversi
Produksi Rumput Raja (ton/ha)

253,266

41,9

24,06

Sumber :Data Primer Praktikum Manajemen Padang Penggembalaan, 2014.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dulaksanakan diperoleh hasil bahwa produksi rumput raja di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPU-HPT) Baturraden mencapai 24,06 ton/ha dengan produksi bahan segar mencapai 253,266 ton/ha/tahun dan produksi bahan kering mencapai 41,9 ton/ha serta daya tampung mencapai 285,06 UT untuk mengefisiensi jumlah hijauan pakan yang tersedia. Produksi rumput raja dapat dikatakan cukup rendah karena rumput raja mampu memproduksi bahan segar (BS) mencapai 1.076 ton/ha dan berat kering mencapai 110 ton/ha. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rukmana (2005) yang menyatakan bahwa rumput raja mampu berproduksi sebesar 1.076 ton/ha BS atau 110 ton/ha BK. Rendahnya produktivitas suatu padang penggembalaan dapat  disebabkan oleh kemiringan lahan, kerusakan lahan, keadaan ekologi padang penggembalaan, dan iklim. Hal ini sesuai dengan penyataan Santoso (2010) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas rumput adalah kemiringan lahan, kecepatan pertumbuhan tanaman, kerusakan lahan, keadaan variasi iklim, dan keadaan ekologi padang penggembalaan.



BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1.      Kesimpulan
            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa macam padang penggembalaan yang terdapat di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPU-HPT) Baturraden yaitu jenis padang penggembalaan semi alami atau yang sudah diperbaiki dan jenis padang penggembalaan buatan. Sistem  padang penggembalaanya keseluruhan secara bergilir dan berpantang. Produksi bahan kering hijauan rata-rata pada rumput lapang mencapai 14,25 % BK / ha / tahun dan estimasi daya tampung sebesar 7,76 UT/tahun. Analisis komposisi botani terdiri atas komponene rumput  sebesar 47,28%, gulma 3,14, dan komponen legum sebesar 49,29%. Produksi bahan segar rumput raja mencapai 24,06 ton/ha serta BBPU-HPT Baturraden memerlukan 285,06 UT.
4.2.      Saran
            Saran untuk praktikum manajemen padang penggembalaan adalah praktikum yang dilaksanakan lebih diperjelaskan tentang materi yang sedang dilaksanakan agar semua praktikan mengerti tentang tujuan dan manfaat praktikum menejemen padang penggembalaan yang sebenarnya.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, L. 2009. Pola Pertumbuhan Rumput Signal (Brachiaria humidicola (Rendle) Schweick) pada Padang Penggembalaan dengan Aplikasi Sumber Nutrien Berbeda. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Basya, S. 2008. Penggemukan Sapi(Edisi Revisi). Panebas Swadaya. Jakarta
Junaidi, Muhammad dan Diana Sawen. 2010. Keragaman Botanis dan Kapasitas   Tampung Padang Penggembalaan Alami Di Kabupaten Yapen. Laboratorium    Nutrisi dan Makanan Ternak FPPK UNIPA , Manokwari , Papua.
Prawiradiputra, B. R. 2007. Ki Rinyuh (Chromolaena odorata L.) R.M. King Dan H.         Robinson): Gulma Padang Rumput Yang Merugikan. Wartazoa. 17(1) : 46-       52.
Rusdin, M. I., Mustaring, Sri. P., Atik A. I. dan  Sri U.D. 2009. Studi Potensi Kawasan Lore Tengah Untuk Pengembangan Sapi Potong. Vol  2 (2) : 94–103.
Rukmana, R. 2005. Budidaya Rumput Unggul. Kanisius, Yogyakarta.
Rusmadi. 2007. Prospek Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Penajam Paser Utara. Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman. Epp. Vol.4. No.2
Saragih, E.W., dan N.K. Tero. 2009.PotensiTiga Padang Penggembalaan yang       Berbeda  Di KabupatenManokwari. JurnalIlmuPeternakan. 4(2): 53-60.
Santosa, U. 2010. Mengelola Peternakan Sapi secara Profesional. Penebar   Swadaya,        Jakarta.
Sawen, D. dan M. Junaidi. 2011. Potensi Padang Penggembalaan Alam pada Dua Kabupaten di Provinsi Papua Barat. Seminar Nasional Teknologi Peternakan          dan Veteriner.
Wirdahayati R.B.I dan A. Bamualim. 2007. Produktivitas Ternak Sapi Lokal Pesisir          dan Daya Dukung Lahan Penggembalaan di Kabupaten Pesisir Selatan            Sumatera Barat. Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner.

Comments

Popular posts from this blog

Kalopo (Calopogonium mucunoides)

Tanaman ini tumbuh menjalar dan bisa memanjang sampai 30- 50 cm. Tanaman ini beradaptasi pada tanah yang basah dan tidak tahan terhadap kekeringan. Batang dan daun yang muda berbulu, berwarna coklat keemasan. Bentuk daun bulat dan berkelompok 3 dalam satu tangkai. Bunganya kecil berwarna ungu. Jenis legum ini kurang disukai oleh ternak karena daun  dan batangnya berbulu. Biasa ditanam dengan biji dengan kebutuhan 6-9 Kg/ha. Dapat ditanam dengan rumput Rhodes dan  Brachiaria .

Zat Pengharum pada Pakan Ayam

Untuk menambah daya rangsang ayam terhadap pakan, bisa juga ditambahkan pengharum yang beraroma khusus, biasanya berasal dari ekstrak tumbuhan. Pengharum ini dapat diperoleh di importir obat ternak atau toko-toko kimia. Bahan yang bisa dibeli di toko kimia seperti pengharum yang beraroma vanila. Penggunaan pengharum dalam pakan tidak mutlak. Tidak semua pakan komersial pabrik menggunakan pengharum. Dengan menggunakan bahan baku berkualitas baik akan dihasilkan pakan dengan aroma yang khas. Proses pencetakan pelet melalui tahapan penguapan (steaming) akan memberikan aroma yang lebih merangsang ayam untuk meningkatkan konsumsi pakan.

Laporan Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak (IKT) | Nekropsi

BAB I PENDAHULUAN     Nekropsi merupakan pemeriksaan kondisi jaringan tubuh ternak yang dilakukan dengan cara membedah atau membuka rongga tubuh sehingga fisik organ dalam ternak dapat diamati. Dalam penggunaanya, nekropsi banyak digunakan dalam hal pemeriksaan unggas yang diduga telah terjangkit penyakit. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui penyakit yang diderita oleh unggas sehingga dapat ditentukan penanganan yang tepat untuk menanggulangi penyakit tersebut agar peternakan terhindar dari kerugian finansial yang lebih besar. Maka dari itu nekropsi sangat penting untuk dipelajari, mengingat pentingnya menjaga kesehatan unggas dalam keberlangsungan usaha peternakan.     Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan lebih terlatih dalam melakukan nekropsi pada unggas dan mampu menganalisa penyakit yang diderita oleh unggas. Manfaat dari praktikum ini adalah agar praktikan lebih memahami secara mendalam mengenai karakteristik penampilan luar dan organ dalam unggas yang terkena penya