Skip to main content

Laporan Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak (IKT) | Nekropsi

BAB I
PENDAHULUAN

    Nekropsi merupakan pemeriksaan kondisi jaringan tubuh ternak yang dilakukan dengan cara membedah atau membuka rongga tubuh sehingga fisik organ dalam ternak dapat diamati. Dalam penggunaanya, nekropsi banyak digunakan dalam hal pemeriksaan unggas yang diduga telah terjangkit penyakit. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui penyakit yang diderita oleh unggas sehingga dapat ditentukan penanganan yang tepat untuk menanggulangi penyakit tersebut agar peternakan terhindar dari kerugian finansial yang lebih besar. Maka dari itu nekropsi sangat penting untuk dipelajari, mengingat pentingnya menjaga kesehatan unggas dalam keberlangsungan usaha peternakan.
    Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan lebih terlatih dalam melakukan nekropsi pada unggas dan mampu menganalisa penyakit yang diderita oleh unggas. Manfaat dari praktikum ini adalah agar praktikan lebih memahami secara mendalam mengenai karakteristik penampilan luar dan organ dalam unggas yang terkena penyakit.

Lihat Juga
Laporan IKT Anamnesa
Laporan IKT Pemeriksaan Parasit



BAB II
MATERI DAN METODE

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak dengan Materi Pemeriksaan Kesehatan Unggas yang dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 30 November 2014 pukul 09.00-11.00 WIB di Laboratorium Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
2.1.        Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau dan untuk mematikan serta membedah ayam, gunting untuk membedah organ dalam ayam, plastik untuk alas mengamati organ dalam ayam, spuit untuk mengambil darah ayam, alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ternak ayam broiler (pedaging) serta darah sebanyak 3 cc.

2.2.        Metode
2.2.1.     Pemeriksaan Kesehatan Unggas (Broiler)
              Melakukan pengamatan meliputipenampilan luar ayam seperti jenis unggas, jenis kelamin, umur, kepala, kaki, bulu, dan organ-organ dalam ayam seperti jantung, paru-paru, hati, organ pencernaan, dan lain-lain.

2.2.2.     Pengambilan Darah
              Mengambil darah unggas ayam broiler melalui vena bracialis (vena di bagian sayap sebelah dalam) menggunakan spuit sebanyak 3 cc, darah dimasukkan dalam tabung gelas secara hati-hati, darah dialirkan lambat melalui dinding tabung. Tabung penampung tanpa antikoagulan, biarkan selama 30 menit, amati perubahan tersebut. Mencatat perubahan yang terjadi apakah terbentuk serum atau hanya menggumpal.

2.2.3.     Nekropsi
              Mematikan ayam dengan cara disembelih dengan pisau tajam. Kemudian ayam tersebut terus direst-in hingga sampai benar-benar sudah mati. Meletakkan ayam tersebut pada alas plastik dengan posisi punggung di atas.  Memaksakan tekan kedua paha kearah bawah (arah lateral) agar lebih leluasa dalam melakukan nekropsi.
  
  
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Pengamatan Perfomans Unggas


Ilustrasi 12. Pengamatan Perfomans Unggas
            Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa ayam broiler dalam kondisi lemah, mata tidak cerah, warna jengger merah muda, dubur bersih dan bulu ayam bersih. Menurut Fadilah dan Agustin (2004) ciri ayam broiler yang sehat yaitu ayam aktif, lincah, mata dan muka cerah (tidak mengantuk), bulu cerah berminyak, tidak kusam, kaki kokoh, berdiri tegak, dan bentuk tubuh proporsional. Krista dan Bagus (2010) menambahkan bahwa ayam yang sehat memiliki anus yang bulat, lebar dan basah, kulit terlihat tegar dan mengkilap, sayap terlihat kokoh, tidak nampak lemah dan menggantung.


3.2. Pengambilan Darah
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh data sebagai berikut :


Ilustrasi 13. Sampel Darah Ayam Broiler
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pengambilan darah pada resimen ayam pedaging sebagai objek pengamatan, yaitu pengambilan darah dilakukan pada saluran darah vena brachialis yang terdapat pada bagian bawah sayap menggunakan spuit (alat suntik). Pengambilan darah tersebut dilakukan untuk menguji adanya antibodi yang terkandung dalam darah tersebut dengan cara darah tersebut dijadikan serum. Berdasarkan pengamatan hasil serum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa darah pada ayam pedaging tersebut memiliki antibodi, yaitu ditandai dengan adanya cairan berwarna kekuningan yang dihasilkan pada bagian atas darah yang telah mengendap pada bagian bawah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sianita et al. (2011) yang menyatakan bahwa cara pengambilan serum, yaitu dengan cara pengambilan darah menggunakan spuit secara aseptik melalui pembuluh darah yang ada di sayap (vena brachialis), lalu darah yang ada didalam spuit tersebut didiamkan hingga terjadi pemisahan serum (diberikan sedikit ruangan udara pada spuit). Ernawati et al. (2008) yang menyatakan bahwa pengambilan darah ayam dilakukan untuk mengetahui titer antibodi yang ditimbulkan, selain itu semakin tingginya titer antibodi yang dihasilkan maka menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat kekebalan suatu individu terhadap antigen.
            Pengambilan darah pada resimen ayam sebagai objek pengamatan memiliki fungsi yang sangat banyak salah satunya yaitu untuk mendekteksi adanya antibody yang terkandung didalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sianita et al. (2011) yang menyatakan bahwa gambaran darah merupakan salah satu parameter dari status kesehatan hewan karena darah mempunyai fungsi penting dalam pengaturan fisiologis tubuh. Satyaningtijas et al. (2010) menambahkan bahwa fungsi darah secara umum berkaitan dengan transportasi komponen di dalam tubuh seperti nutrisim oksigen, karbondioksida, metabolit, hormon, panas, dan imun tubuh maupun berkaitan dengan keseimbangan cairan dan pH tubuh.

3.3. Nekropsi
            Nekropsi yang dilakukan terlebih dahulu dengan melakukan pemeriksaan kulit ayam, kemudian jaringan dibawah kulit dan dilanjutkan dengan pembedahan ayam untuk dilakukan pemeriksaan organ-organ dalam pada ayam.

3.3.1. Pemeriksaan Permukaan Kulit Ayam
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh data sebagai berikut :

  
Ilustrasi 14. Kondisi Kulit Ayam Broiler
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui pemerikaan permukaan kulit ayam yaitu permukaan kulit normal ditandai dengan kulit berwana putih atau kuning cerah, bersih, dan tidak terdapat perubahan atau gejala penyakit yang timbul pada permukaan kulit ayam. Hal ini sesuai dengan pendapat Yulistiani (2010) yang menyatakan bahwa hasil pemeriksaan organoleptik pada ayam segar (sehat) dan ayam bangkai yang disebabkan sakit yaitu memiliki perbedaan warna, terutama pada ayam segar (sehat) memiliki warna kulit kuning terang, sedangkan pada ayam bangkai (sakit) memiliki warna kulit yaitu kuning pucat kemerahan. Huminto (2000) menambahkan bahwa pada ayam yang sakit biasanya terdapat kerusakan pada kulit dengan ditandai timbulnya benjolan pada kulit, seperti halnya penyakit marek dengan gejala klinisnya yaitu timbulnya benjolan pada kulit.

3.3.2. Pemeriksaan Kondisi Warna dan Jaringan dibawah Kulit


Ilustrasi 15. Kondisi Warna dan Jaringan dibawah Kulit
            Berdasarkan hasil praktikum didapatkan bahwa pada jaringan subkutan dalam keadaan bersih, basah mengkilat dan cerah. Sedangkan pada jaringan daging terlihat bersih dan berwarna cerah. Hal ini menunjukkan jaringan dibawah kulit dalam kondisi baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Afrianti et al (2013) yang menyatakan bahwa daging ayam sehat berwarna cerah putih kekuningan. Jaringan subkutan juga berwarna bersih tidak terdapat bercak-bercak. Ini menandakan ayam sedang tidak terserang penyakit. Menurut Tarmudji (2005) bahwa salah satu ciri ayam terkena penyakit AI (Avian Influenza) yaitu terdapat ptekhiae subkutan pada kaki dan paha. Menurut Fadilah dan Agustin (2011) apabila terjadi peradangan bawah kulit (Cellulitis) maka akan terlihat tanda pada jaringan kulit penutup tampak kering dan tidak berwarna. Menurut Tabbu (2000) menambahkan bahwa pada ayam yang terkena penyakit dematitis ganggrenosa, jaringan subkutan dari kulit akan mengalami kerusakan biasanya berwarna kelabu atau kecokatan dan diantara bendel otot dapat ditemukan adanya gas.

 3.3.3. Pemeriksaan Semua yang Nampak setelah Otot Dada dan Perut Dibuka
Berdasarkan hasil pratikum didapatkan hasil sebagai berikut :


Ilustrasi 16. Semua yang Nampak setelah Otot Dada dan Perut Dibuka
Kondisi yang teramati bahwa isi rongga dadadan rongga perut  dalam kondisi bersih, tidak ada banyak air yang menggenangi organ dalam dan tidak ada timbunan lemak, kantong udara bersih dan tidak keruh. Kondisi ayam seperti ini dpat dikatakan ayam dalam keadaan sehat. Hal ini sesuai dengan pendapat Salim et al.,(2010) bahwa ciri-ciri ayam sakit yaitu organ hati, ginjal, jantung, dan limpa bengkak, warna merah kehitaman,dan  terlihat jelas bintik-bintik hemoragi.  Keadaan isi rongga dada dan perut tidak terdapat timbunan lemak, hal ini dipengaruhi oleh pakan atau ransum yang diberikan oleh ayam. Hal ini sesuai dengan pendapat Leclereq dan Whitehead (1998) bahwa pertumbuhan dan penimbunan lemak dipengaruhi oleh terutama energi dalam ransum dan perbandingan antara protein kasar dan energi ransum.

3.3.4. Pemeriksaan Saluran Pencernaan

Berdasarkan hasil pratikum didapatkan hasil sebagai berikut :


Ilustrasi 17. Saluran Pencernaan
Berdasarkan hasil praktikum bahwa dinding saluran pencernaan terdapat kelainan, pada dinding usus halus terdapat bercak merah atau peradangan. Menurut Ardana (2011) hampir semua jenis penyakit pada ayam menunjukkan adanya peradangan pada usus baik ringan maupun berat. Bahkan pada ayam yang tidak mau makan atau ukuran pakan yang terlalu besar juga dapat menyebabkan peradangan di usus. Ciri spesifik ND adalah adanya peradangan pada peyer patches yang disertai peradangan pada proventrikulus. Terjadinya peradangan di usus memang agak relatif sulit dibedakan antara ND, AI ataupun dengan penyakit bakterial. Isi  saluran pencernaan tidak terdapat cacing. Tidak adanya cacing dalam saluran pencernaan dapat dikatakan pemeliharaan ayam dilakukan dengan baik sehingga ayam sehat dan tidak cacingan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ashenafi dan Eshetu (2004) bahwa penyebab ayam terserang  cacingan yaitu manajemen pemeliharaan yang kurang baik atau buruk.  Menurut Retnani et al (2009) ciri ayam yang terkena cacing yaitu mendadak lesu, diare, radang usus disertai diare jika terinfeksi berat. Pada pengamatan saluran percernaan bertujuan untuk memeriksa keadaan organ pencernaan apakah ayam terserang penyakit atau tidak. Hal in sesuai dengan pendapat Suprijatna et al., (2005) menambahkan bahwa penyakit pada ternak dapat dilihat dari keadaan organ pencernaannya.

3.3.5. Pemeriksaan Hati

Berdasarkan hasil pratikum didapatkan hasil sebagai berikut :


Ilustrasi 18. Hati
Kondisi yang teramati bahwa hati berukuran 6 cm atau normal, berwarna merah kecoklatan, konsistensi kenyal dan kanton empedu berukuran 2 cm dan berwarna hijau tua. Kondisiini dapat dikatakan hati dalam keadaan  baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Nickel et al., (1997) bahwa hati yang normal yaitu memiliki warna merah cerah, konsistensi normal dan ukuran yang pas sesuai umur dan jenis ayamnya. Menurut Mc Lelland (1990) bahwa hati yang normal berwarna coklat kemerahan atau coklat terang dan bila pakan yang diberikan berlemak tinggi maka warna dari hati  akan menjadi kuning.

3.3.6. Pemeriksaan Jantung


Ilustrasi 19. Jantung
Hasil pengamatan pada pemeriksaan jantung unggas merupakan pusat sistem peredaran darah, karena jantung terdiri dari otot yang mampu memompa darah untuk dialirkan ke seluruh tubuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Akoso (2000) yang menyatakan bahwa jantung terdiri atas sekumpulan otot berfungsi memompa darah kesemua bagian tubuh dan merupakan pusat sistem peredaran darah. Pada jantung ayam broiler yang diamati mempunyai ukuran 4 cm, warna merah, selaput jantung berwarna putih dan tipis, dan jantung kenyal dan tidak mudah hancur. Hal ini menandakan bahwa jantung paada unggas tersebut dalam keadaan sehat, karena tidak ada kelainan yang nampak. Kelainan pada jantung biasanya dapat dilihat dari warna, bentuk, serta ukuran. Hal ini sesuai dengan pendapat Hermana et al. (2005) yang menyatakan bahwa jantung merupakan organ vital yang berperan dalam sirkulasi darah, dan jantung yang terinfeksi penyakit maupun racun bisanya akan menglami perubahan pada ukuran jantung.
3.3.7. Pemeriksaan Ginjal


                                                    Ilustrasi 20. Ginjal      
Hasil pengamatan pada pemeriksaan ginjal unggas merupakan salah satu organ yang mempunyai fungsi dalam pembentukan dan pengeluaran kencing. Hal ini sesuai dengan pendapat Akoso (2000) yang menyatakan bahwa ginjal bertanggung jawab terhadap produksi air seni yang dikeluarkan lewat salurannya menuju ureter, menampungnya dalam kandung kemih, dan mengeluarkannya melalui uretra. Selain itu ginjal juga berfungsi pada proses penyerapan dalam metabolisme dalam tubuh unggas. Ukuran ginjal unggas yang diamati yaitu 5,5 cm, dengan warna merah muda, pada ginjal tidak menampakkan kelainan. Hal ini menandakan bahwa ginjal dalam keadaan sehat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugita et al. (2006) yang menyatakan bahwa adanya kerusakan pada ginjal ni adanya sel yang mengalami nekrosa menyebabkan proses filtrasi dan keseimbangan asam basa akan terganggu. Akibatnya metabolisme dalam tubuh menjadi menurun dan hal ini dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan.

3.3.8. Pemeriksaan Pancreas


Ilustrasi 21. Pancreas
Hasil pengamatan pada pemeriksaan pankreas unggas yaitu berwarna putih, ukuran 10 cm, ini menandakan bahwa pankreas pada unggas tersebut sehat. Karena tidak ada kelainan yang nampak pada pankreas ayam broiler yang diamati. Hal ini sesuai dengan Akoso (2000) yang menyatakan bahwa pankreas adalah jaringan kelenjar yang teletak di belakang lambung dan bagian yang besar terletak di bawah ginjal sebelah kanan. Pertumbuhan bobot badan yang meningkat merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan pankreas pada ternak, karena semakin tinggi bobot badan maka kerja pankreas untuk mengubah glikogen menjadi energi dengan bantuan hormon insulin semakin besar, sehingga kerja pankreas semakin menjadi lebih berat dan menyebabkan terjadinya pembengkakan. Hal ini sesuai denga pendapat Wahyuwardhani et al (2000) yang menyatakan bahwa kerusakan pada pankreas dan saluran pencernaan ayam memberikan indikasi terjadinya gangguan pada proses pencernaan ayam penderita sehingga terjadi gangguan pertumbuhan bobot badan ayam.

3.3.9. Pemeriksaan Trachea


Ilustrasi 22. Trachea
Berdasarkan hasil praktikum pengamatan pemeriksaan kesehatan ternak unggas pada pemeriksaan trachea diketahui bahwa ayam broiler sehat. Hal ini ditandai dengan warna trachea putih bersih dan tidak memiliki isi pada percabangan trachea. Hal ini sesuai dengan pendapat Damayanti et al.,(2012) yang menyatakan bahwa ternak unggas yang tidak sehat ditandai dengan selaput lendir trakea dan laring mengalami nekrosa, pendarahan, dan terdapat lendir serous sampai kaseus. Pendapat tersebut diperkuat oleh Rasyaf (2008) yang menyatakan bahwa salah satu ciri - ciri kelainan atau penyakit pada ternak unggas dapat dilihat dengan kesehatan dan kebersihan kantong udaranya. 

3.3.10. Pemeriksaan Paru–paru


Ilustrasi 23. Paru-paru
Berdasarkan hasil praktikum pengamatan pemeriksaan kesehatan ternak unggas pada pemeriksaan paru - paru ternak unggas ayam broiler diperoleh hasil warna merah, konsistensi  normal, kenyal, tidak mudah hancur. Pada uji apung, paru - paru mengapung yang menunjukkan bahwa paru - paru tersebut masih terdapat oksigen dan memiliki kesehatan yang cukup baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Damayanti et al., (2012) yang menyatakan bahwa paru – paru yang sehat tidak mengalami peradangan, kantung udara tidak menebal dan suram. Ditambahkan oleh Supartono et al., (2009) yang menyatakan bahwa Newcastle disease merupakan penyakit pada pada unggas yang di tandai dengan limpa membesar dan kongesti, pendarahan pada proventiculus dan usus halus, dan paru– paru meradang disertai kantung udara menebal.


3.3.12. Pemeriksaan Syaraf


Ilustrasi 24. Syaraf
Berdasarkan hasil praktikum pengamatan pemeriksaan kesehatan ternak unggas pada pemeriksaan syaraf diperoleh hasil warna syaraf putih, ukuran 5 cm, dan keadaan normal serta tidak terjadi pembengkakan. Hal ini menunjukkan bahwa ternak unggas tersebut tidak sehat. Hal ini sesuai dengan pendapat Akoso (2000) yang menyatakan bahwa dalam tubuh hewan terdapat tiga macam sistem syaraf yaitu sistem syaraf pusat, sistem syaraf tepi, dan sistem syaraf simpatetik. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan pada syaraf yaitu Marek. Kelainan pada Marek merupakan kerusakan syaraf dan tumor limfoid. Kerusakan syaraf pada Marek dapat terjadi pada susunan syaraf pusat maupun perifer (tepi). Ditambahkan oleh Hungerford yang disitasikan oleh Damayanti dan Wiyono (2003) menyatakan bahwa kerusakan pada otak, batang otak, dan syaraf perifer masing-masing ditandai dengan ensefalitis, myelitis, dan neuritis yang ketiganya bersifat non superatif.


BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1. Simpulan
            Dari hasil nekropsi menunjukkan secara umum kondisi ayam broiler dalam kondisi baik karena tidak ditemukanya parasit seperti cacing pada pencernaan ayam. Namun ditemukan bintik-bintik merah pada usus ayam yang menunjukkan usus ayam mengalami indikasi peradangan. Namun belum diketahui pasti penyakit apa yang diderita ayam. Hal ini karena peradangan di usus agak relatif sulit dibedakan antara ND, AI ataupun dengan penyakit bakterial lainya.

4.2. Saran
            Praktikum nekropsi sebaiknya menggunakan lebih dari 1 ayam, hal ini berguna sebagai pembanding.


DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, M., Bambang D. dan Bhakti E. S. 2013. Perubahan Warna, Profil Protein, dan Mutu Organoleptik Daging Ayam Broiler Setelah Direndam Dengan Ekstrak Daun Senduduk. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 2 (3) : 116 – 120
Akoso, B.T. 2000. Kesehatan Sapi. Kanisius, Yogyakarta.
Ardana, I. B. K. 2011. Strategi Pencegahan Penyakit Inefeksius pada Peternakan Broiler Berbasis Laboratorium. Buletin Veteriner Udayana. 3 (1) : 51-59
Ashenafi H ,Eshetu Y. 2004. Study On Gastro Intestinal Helminths Of Local Chickens In Central Ethiopia. Revue Med Vet 155(10): 504-507.
Damayanti, R., dan A. Wibowo.2003. Gambaran Histopatologi kasus Marek pada ayam pedaging di Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis.8 (4) : 247-255.
Damayanti, Y., I. Bagus., dan M. Djoko. 2012. Evaluasi Penyakit Virus Pada Kadaver Broiler Berdasarkan Pengamatan Patologi Anatomi di Rumah Pemotongan Unggas. Fakultas kedokteran. Universitas  Udayana. Indonesia Medicus 2012 1 (3) : 417-4127. ISSN : 2301-7848.
Ernawati, R., A. P. Raharjo, N. Sianita, J. Rahmahani, F. A. Rantam dan Suwarno. 2008. Petunjuk Praktikum Pemeriksaan Virologik dan Serologik. Laboratorimum Virologi dan Imunologi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga, Surabaya.
Fadilah, R., dan Agustin P. 2004. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara Mengatasinya. Agromedia, Jakarta.
Fadilah, R., dan Agustin P. 2011. Mengatasi 71 Penyakit pada Ayam. Agromedia, Jakarta.
Hermana, W., D.I. Puspitasari,.K.G. Wiryawan., dan S. Suharti. 2005. Pemberian tepung daun salam (Syzgium polyanthum (weight) walp.) dalam ransum sebagai bahan antibakteri Eschericia coli terhadap organ dalam ayam broiler. Media Peternakan.31.(1): 63-70.
Huminto, H., B. P. Priosoeryanto, I. W. T. Wibawan, D. R. Agungpriyono, E. Harlina, dan S. Fatimah. 2000. Kasus Diagnostik Penyakit Marek pada Ayam. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Hal : 543-546.
Krista, B., dan Bagus B. 2010. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Ayam Kapung.Agromedia, Jakarta.
Leclercq, B and C. C. Whitehead. 1998. Leannes in Domestuc Birds. Butterworth dan Co. Ltd-INRA.
Mc lelland, J. 1990. A. Colour Atlas of Avian Anatomy. Walfe Publishing Ltd., London, England.
Nickel, R. A., A. Schummer, E. Seiferie, W. G. Siller and R. A. L. Wight. 1997. Anatomy of The Domestic Birds. Verlap Paul Parey, Berlin.
Rasyaf, M. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Retnani, E. B., Fadjar S., Upik K. H., dan Singgih H. S. 2009. Analisis factor-faktor resiko infeksi cacing pita pada ayam ras petelur komersial di Bogor. Jurnal Veteriner 10 (3) : 165 - 172.
Salim, M. N. dan Dian M. 2010. Pengaruh Sulfaqu Inoxalin Pada Ayam Broiler : Gejala Klinis Dan Patologi Anatomi. Jurnal Kedokteran Hewan 4 (2) : 65 - 68
Satyaningtijas, A. S., S. D. Widhyari, dan R. Delima Natalia. 2010. Jumlah Eritrosit, Nilai Hematokrit, dan Kadar Hemoglobin Ayam Pedaging Umur 6 Minggu dengan Pakan Tambahan. Jurnal Kedokteran Hewan. Vol. 4 (2): 69 - 73.
Sianita, N., Z. Hasan, dan Kusriningrum R. 2011. Respon Antiodi dan Protektivitas pada Ayam Pasca Vaksinasi Menggunakan Vaksin ND Aktif Lv12. Veterinaria Medika. Vol. 4 (2) : 129-134.
Sugito., W. Manalu., D.A. Astuti., E. Handhrayani., dan Chairul. 2006. Hitopatologi hati dan ginjal pada ayam broiler yang di papar cekaman panas dan diberi ekstrak kulit Batang Jaloh (Salix tetrasperma roxb). Seminar Nasional. Teknologi Peternakan dan Veteriner Bogor: 728-734.
Supartono, W., S. Raharjo dan S. Iskandar. 2009. Evaluasi Karkas dan Rumah Potong Ayam Lokal Di Beberapa Kabupaten Di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tabbu, C. R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulanganya. Kanisius, Yogyakarta.
Tarmudji. 2005. Penyakit Pernafasan Pada Ayam, Ditinjau Dari Aspek Klinik Dan Patologik Serta Kejadiannya Di Indonesia. Jurnal Wartozoa 15 (2) : 72 – 82.
Wahyuwardhani, S., Y.Sani., L. Parede., dan M. Poeloengan.2000. Sindroma kekerdilan pada ayam pedaging dan gambaran patologinya. 5(2):125-131.
Yulistiani, R. Studi Daging Ayam Bangkai: Perubahan Organoleptik dan Pola Pertumbuhan Bakteri. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 11 (1) : 27-36.

Comments

Popular posts from this blog

Kalopo (Calopogonium mucunoides)

Tanaman ini tumbuh menjalar dan bisa memanjang sampai 30- 50 cm. Tanaman ini beradaptasi pada tanah yang basah dan tidak tahan terhadap kekeringan. Batang dan daun yang muda berbulu, berwarna coklat keemasan. Bentuk daun bulat dan berkelompok 3 dalam satu tangkai. Bunganya kecil berwarna ungu. Jenis legum ini kurang disukai oleh ternak karena daun  dan batangnya berbulu. Biasa ditanam dengan biji dengan kebutuhan 6-9 Kg/ha. Dapat ditanam dengan rumput Rhodes dan  Brachiaria .

Zat Pengharum pada Pakan Ayam

Untuk menambah daya rangsang ayam terhadap pakan, bisa juga ditambahkan pengharum yang beraroma khusus, biasanya berasal dari ekstrak tumbuhan. Pengharum ini dapat diperoleh di importir obat ternak atau toko-toko kimia. Bahan yang bisa dibeli di toko kimia seperti pengharum yang beraroma vanila. Penggunaan pengharum dalam pakan tidak mutlak. Tidak semua pakan komersial pabrik menggunakan pengharum. Dengan menggunakan bahan baku berkualitas baik akan dihasilkan pakan dengan aroma yang khas. Proses pencetakan pelet melalui tahapan penguapan (steaming) akan memberikan aroma yang lebih merangsang ayam untuk meningkatkan konsumsi pakan.