Skip to main content

Laporan Praktikum Manajemen Ternak Unggas (MTU)



BAB I

PENDAHULUAN

            Dunia peternakan dalam bidang perunggasan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan daging dan telur sebagai bahan makanan sumber protein. Salah satu jenis unggas yang paling banyak dikembangkan di Indonesia adalah ayam. Ayam broiler merupakan ayam ras unggulan yang sampai saat ini masih selalu diidentikkan sebagai ayam pedaging yang berperan sangat penting sebagai sumber protein hewani. Bila dibandingkan, ayam broiler usia 6 minggu ukuran tubuhnya sudah menyamai ayam kampung dewasa. Hal ini yang membuat orang ingin terjun menjadi peternak atau sekedar menanamkan modal dalam usaha ayam pedaging ini.

Tujuan dari dilaksanakan praktikum Manajemen Ternak Unggas adalah agar mahasiswa terampil dalam menerapkan manajemen pemeliharaan ayam pedaging serta mampu memecahkan masalah yang berkaitan dengan tata laksana pemeliharaan ayam pedaging, mengetahui analisis usaha peternakan ayam pedaging dan mengetahui teknik processingkarkasnya serta mengetahui manajemen pemeliharaan dan produktivitas dari itik petelur. Manfaat dari praktikum Manajemen Ternak Unggas adalah mahasiswa mampu memelihara ayam broiler dan itik petelur dan dapat melakukan proses  penanganan pasca produksinya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.            Pemeliharaan Ayam Broiler
Manajemen pemeliharaan ayam broiler meliputi pemeliharaan, persiapan sebelum chick in, bibit, pakan, vaksinasi, sanitasi dan biosecurity dan processing. Pemeliharaan ayam broiler dilakukan selama 35 hari. Pemeliharaannya dibagi menjadi 2 fase yaitu fase starter (masa pemeliharaan awal) yaitu ketika anak ayam broiler sudah kuat untuk hidup layak sejak anak ayam berusia 1 hari sampai 4 minggu dan fase finisher (masa pemeliharaan akhir) yaitu bila ayam telah berumur lebih dari 4 minggu dan siap potong (Rasyaf, 2012). Strain broiler di Indonesia yang paling banyak dikembangkan oleh breeder (perusahaan pembibitan) antara lain Cobb, Lohhman, Ross dan Hubbard. Biasanya, karakteristik yang membedakan adalah kecepatan pertumbuhan, daya tahan terhadap penyakit, daya adaptasi terhadap lingkungan dan kualitas daging (Tamalluddin, 2012).

2.1.1.      Persiapan kandang
Hal yang harus dilakukan sebelum memulai pemeliharaan ayam broiler yaitu persiapan kandang (preparing period) yang terdiri dari 2 tahap yang pertama yaitu pencucian dan sanitasi kandang yang meliputi mencuci kandang dengan menggunakan sprayer tekanan tinggi, melakukan sterilisasi menggunakan desinfektan, melakukan pengapuran dan membiarkan kandang selama 2 – 3 hari hingga bagian dalam dan sekitarnya kering kemudian menaburkan sekam dengan ketebalan 10 cm. Tahap kedua dalam preparing period yaitu mempersiapkan lingkaran pelindung (chick guard), memasang tempat pakan (chick feed tray) dan tempat minum serta memasang alat pemanas (Fadilah, 2013). Sebelum pemeliharaan ayam broiler terdapat tahap persiapan yang terdiri dari persiapan kandang sebelum anak ayam datang meliputi pembersihan kandang dan lingkungan, mencuci-hamakan kandang, memasang lampu listrik, meratakan litter, pengapuran dan menyiapkan tempat pakan dan minum (Maryuni, 2003).

2.1.2.      Bibit
Ayam bibit adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan keturunan yang mempunyai kualitas genetik yang sama atau lebih unggul dari tetuanya. Direktorat Jendral Peternakan (1986) menyatakan bahwa garis keturunan dalam menghasilkan final stock secara berurutan yaitu pure line, great grand parent stock, grand parent stock, parent stock dan final stock.
Ayam broiler adalah ayam tipe pedaging yang telah dikembang biakan secara khusus untuk pemasaran secara dini. Ayam pedaging ini biasanya dijual dengan bobot rata-rata 1,4 kg tergantung pada efisiensinya perusahaan. Menurut (Rasyaf, 1992) ayam pedaging adalah ayam jantan dan ayam betina muda yang berumur dibawah 6 minggu ketika dijual dengan bobot badan tertentu. Ayam broiler adalah ayam yang mempunyai sifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan produksi telur rendah (Suprijatna et al.,2005). Ayam Broiler dalam klasifikasi ekonomi memiliki sifat-sifat antara lain ukuran badan besar, penuh daging yang berlemak, temperamen tenang, pertumbuhan badan cepat serta efisiensi penggunaan ransum tinggi.Tingkat petumbuhan dan produktifitas dari ayam yang diternakkan, terutama pada fase starter, sangat tergantung dari bibit yang digunakan. Pengecekan kuantitas (jumlah) dan kualitas (mutu) DOC dilakukan semenjak pertama kali datang, hal ini dimaksudkan untuk memastikan DOC yang hendak dipelihara dalam kandang benar-benar baik(berkualitas) yakni sehat, terbebas dari penyakit dan tidak cacat fisik. Pemeliharaan bibit yang berkualitas merupakan langkah tepat dalam mengawali pemeliharaan ayam broiler komersial (Narantaka, 2012).
Berikut ini ciri-ciri kualitas DOC yang baik yakni DOC terbebas dari penyakit, seperti pullorum, ophalitis dan jamur. Jika diperhatikan secara saksama DOC berkualitas baik maka terlihat aktif bergerak kesana kemari atau tidak bisa diam, setiap DOC mempunyai kaki yang besar dan berminyak seperti basah, pantatnya tidak kotor dan tidak terdapat pasta putih, bulu cerah dan penuh dan setiap DOC mempunyai berat tidak kurang dari 37 gram (Narantaka, 2012). Day Old Chick (DOC) memegang peranan penting untuk menghasilkan produk, baik jumlah maupun mutu produk. Ketersediaan bibit harus senantiasa ada untuk menjamin kelangsungan produksi. Bukan hanya itu, kontinuitas pasokan bibit juga harus dijaga dan dikontrol. Kondisi bibit ayam yang populer dengan sebutan DOC sama dengan anak ayam umur sehari atau kuri (kuthuk umur sehari) sangat menentukan keberhasilan usaha ternak ayam (Sudarmono, 2003).
Ayam betina strain Lohhman memiliki umurawal produksi pada 19-20 minggu dan padaumur 22 minggu produksi telur mencapai 50%.  Selain itu juga, berat tubuh strain Lohhman pada umur 20 minggu sekitar 1,6-1,7 kg dan akhir produksi 1,9-2,1 kg. Puncak produksi strain Lohhman mencapai 92-93 %, dengan FCR sebesar 2,3-2,4 sertatingkat kematiannya 2-6 % (Rasyaf, 2005).

2.1.3.      Pakan
Penampilan produksi tertinggi pada ternak akan dapat tercapai sesuai dengan genetiknya apabila ternak tersebut memperoleh zat-zat makanan yang dibutuhkannya. Zat makanan tersebut diperoleh ternak dengan cara mengkonsumsi sejumlah makanan (Anggorodi, 1984). Begitu juga dengan ternak ayam, untuk mendapatkan tingkat produksi yang maksimal harus dipenuhi kebutuhan zat-zat makanan dengan memberikan pakan sesuai dengan kebutuhan. Ayam broiler membutuhkan pakan berkualitas untuk meningkatkan laju pertumbuhan badan secara optimal, sedangkan kebutuhan air minum yang bersih juga sangat dibutuhkan (Anggorodi, 1984).
Konsumsi pakan seekor ternak ayam juga dapat mempengaruhi pencapaian tingkat produktivitas ternak ayam. Pada prinsipnya pemberian pakan ayam broiler yang diberikan didasarkan atas kebutuhan kadar protein dan energi metabolis, serta disesuaikan dengan periode hidupnya yaitu periode starter dan periode finisher(Rasyaf, 1995). Konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila diberikan secara ad-libitum. Konsumsi diperhitungkan dari jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akandigunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan tersebut (Tillman et al., 1991). Untuk memperoleh jaminan terhadap proses pertumbuhan bobot badan yang baik maka diperlukan jadwal pemberian pakan dan air minum yang teratur, dimana pakan yang diberikan pada ternak dapat diberikan dengan dua cara yaitu secara bebas (ayam diberi pakan tanpa suatu batasan) dan secara terbatas (pemberian pakan dengan batasan tertentu) (Ensminger, 1980).

2.1.4.      Vaksinasi
Vaksin adalah penyakit yang telah dilemahkan dan dimasukkan ke dalam tubuh ayam untuk merangsang kekebalan dari tubuh untuk melawan penyakit. Vaksin digolongkan menjadi dua jenis yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif umumnya kekebalan bersifat lokal dengan lama sekitar 15 hari. Contoh jenis vaksin aktif adalah ND, Gumboro, IBD. Sedangkan vaksin inaktif daya kerjanya lebih dai dua minggu, kekebalan tahan lama sampai 3 bulan, contohnya yaitu aksipest inaktif dan medevac inaktif (Santoso dan Sudaryani, 2011). vaksinasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain  melalui tetes mata, hidung, mulut dan air minum (Rasyaf, 2012). Penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi antara lain NCD/ND, Invectious LaringoTrachacitis, Fowlok, Avian Enchepalomielitis, Gumboro dan Marex(Ensminger, 1980).

2.1.5.      Sanitasi dan Biosecurity
Biosecurity merupakan suatu sistem untuk mencegah penyakit baik klinis maupun subklinis, yang berarti sistem untuk mengoptimalkan produksi unggas secara keseluruhan, dan merupakanbagian untuk mensejahterakan hewan (Wingkel, 1997). Sanitasi adalah salah satu upaya untuk menjaga kebersihan kandang dan lingkungan, dengan sanitasi yang baik akan dapat mencegah timbulnya penyakit (Sudaryani, 1995). Mempersiapkan kandang yaitu dengan membersihkan kandang, pemberian desinfektan dan fumigasi. Tujuan dari pemberian desinfektan, pengapuran dan fumigasi adalah untuk menghilangkan patogen yang dapat menyebabkan ayam sakit (Priyatno, 1999). Persiapan pemeliharaan dimulai dengan pencucian kandang dengan desinfektan, dilanjutkan dengan membersihkan kandang dan areal di sekitar kandang. Seluruh bagian kandang disemprot dengan desinfektan (Rasyaf, 1992).

2.1.6.      Processing
Processing merupakan proses pengubahan ayam menjadi karkas dan atau daging (Matulessy, 2011). Karkas adalah bagian ayam pedaging hidup, setelah dipotong, dibului, dikeluarkan jeroan dan lemak adominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (ceker) (SNI, 1995). Karkas ayam adalah bobot tubuh ayam yang telah dipotong tanpa bulu, darah, kepala, leher dan kaki  bagian  bawah  serta  organ  jeroan (Siregar, 1992; Setiawan dan Sujana, 2010). Bobot hidup sejalan dengan bobot karkas, semakin tinggi bobot hidup  maka bobot karkas akan semakin tinggi (Ahmad dan Herman, 1982; Setiadi et al., 2012). Kegiatan processing meliputi penyembelihan untuk mengeluarkan darah, pencabutan bulu, pengeluaran viscera, pemotongan kepala, leher dan kaki (Suprijatna dan Kartasudjana, 2006). Tahapan processing yaitu scalding, pencabutan bulu, pengeluaran jeroan dan pencucian (Morshedy dan Sallam, 2009; Hantoro dan Rahardjo, 2012). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan ayam dalam bentuk karkas yaitu tiga hari sebelum ayam dipotong, ayam tidak diberi makanan atau minuman yang mengandung obat-obatan (Suprijatna dan Kartasudjana, 2006).

2.2.            Pemeliharaan Itik
Tata laksana pemeliharaan itik memegang peranan yang paling besar dalam keberhasilan usaha peternakan itik intensif, yaitu sebesar 50%. Pakan dan bibit masing-masing mempunyai peranan penting dalam usaha peternakan itik petelur yaitu 30%dan 20% (Suharno dan Amri, 2011).Kegiatan yang dilakukan selama melaksanakan manajemen pemeliharaan itik meliputi kegiatan persiapan kandang dan peralatanyang digunakan, penggunaan dan pengaturan pergantian litter, perlakuan saat DOD datang, sanitasi kandang, pemberian pakan dan air minum, seleksi, vaksinasi, pemberian vitamin dan obat-obatan dan pemanenan (Fadilah, 2006). Itik layer dapat dipelihara pada beberapa tipe kandang diantaranya kandang baterai, kandang panggung, atau kandang lantai. Pemeliharaannya dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase starter, fase grower dan fase layer(Supriyadi, 2009).

2.2.1.      Formulasi Ransum dan Minum
Salah satu cara yang digunakan untuk memenuhi komposisi formulasi ransum yang apabila dikombinasikan akan mendapatkan hasil yang sempurna atau esensial sehingga dapat memenuhi kebutuhan ternak tersebut (Adnan, 2005). Formulasi ransum adalah upaya untuk mengkombinasikan berbagai macam bahan makanan ternak untuk memenuhi kebutuhan ternak akan zat makanan dengan meniminalkan biaya yang ditimbulkan akibat penyusunan ransum tersebut. Tujuan menyusun ransum adalah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak, agar produksi optimal serta keuntungan maksimal. Persyaratan dalam membuat formulasi ransum, yaitu agar memahami kebutuhan zat-zat nutrisi yang diperlukan oleh ternak, memahami komposisi kimia bahan, mampu merangkum bahan-bahan yang tersedia (Sukmawati et al., 2007). Ransum yang yang diformulasikan haruslah mendapat cukup palatableagar dapat meransang nafsu makan, karena apabila ransum yang dibuat ditolak oleh ternak maka dapat dikatakan ransum tersebut kurang baik. Penyusunan ransum juga dapat mempengaruhi produksi dari ternak tersebut (Kaswari, 2008). Penyusunan ransum terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan yaitu a). melihat tabel kebutuhan zat pakan sesuai dengan tujuan ternak, b). melihat tabel komposisi zat pakan, c). pertimbangan beberapa faktor pembatas, d). pertimbangan harga, dan e). menyusun ransum (Sinurat, 1991). Pemberian pakan pada itik dibagi menjadi 2 cara yaitu pada  hari pertama itik diberi pakan peralihan dari pakan grower ke pakan layerdengan memperhatikan permulaan produksi 5%. Pemberian pakan itik dibagi menjadi 3 fase, fase starter (0-8 minggu), grower (8-18 minggu) dan finisher (18-72 minggu). Pakan yang diberikan menggunakan bahan jagung, tepung ikan, tepung tulang, bungkil kelapa, bungkil kedelai. Pemberian minum pada itik pada minggu pertama sampai ketujuh air minum ditambahkan vitamin dan mineral dan mulai pada umur tujuh minggu sampai seterusnya diberi air minum secara adlibitum (Susilorini et al., 2011).

2.2.2.      Hen Day Production (HDP)
Hen day egg production (quail day production) adalah perhitungan produksi telur dengan menghitung produksi telur yang dihasilkan dibagi dengan jumlah unggas pada hari itu dikalikan 100 % biasanya dihitung selama rata-rata seminggu (Puspitasari et al., 2013). Nilai HDP yang semakin tinggi maka keuntungan yang diperoleh akan semakin banyak (Aziz et al., 2003)

2.2.3.   Hen House Production (HHP)
HHP (Hen House Production) adalah rata-rata jumlah telur dalam waktu tertentu dengan jumlah ayam pada awal masuk kandang dikalikan 100%. Nilai HHP dipengaruhi oleh kemampuan alamiah dari unggas yang sesuai dengan lingkungan asalnya, lebih lanjut dinyatakan bahwa secara genetis tiap jenis unggas mempunyai batas maksimal dalam berproduksi (Rasyaf, 1995). HH (hen house) dan HD (hen day) bertujuan untuk mengetahui tingkat produksi yang dihasilkan tiap hari sehingga dapat dibandingkan dengan produksi sebelumnya (Sudarmono, 2009)

BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Manajemen Pemeliharaan Usaha Ternak Unggas dilaksanakan pada tanggal ----------di kandang & Laboratorium Produksi Ternak Unggas --------------
3.1.      Materi
3.1.1.   Pemeliharaan ayam broiler
            Bahan yang digunakan dalam praktikum manajemen usaha ternak unggas pada pemeliharaan ayam broiler  adalah 34 DOC dengan strain Lohhman, pakan jenisBR-1 ULTIMQ (ransum butiran ayam pedaging), R-91 (pakan butiran komplit) Guyofeed, BRJ, air minum, serta vitachick. Vaksinasi menggunakan vaksin ND/IB dan gumboro. Alat yang digunakan yaitu kandang bentuk flock, termometer, higrometer, timbangan kapasitas 5 kg dan koran sebagai alas. Sedangkan materi yang digunakan dalam teknik persiapan dan evaluasi karkas adalah ayam broiler berumur 4 minggu, pisau, kompor sebagai pemanas air, panci, gunting, meteran, nampan, air panas, timbangan, plastik pengemas dan alat tulis yang digunakan untuk mencatat data yang diperoleh.

  


3.1.2.   Pemeliharaan Itik
Alat yang digunakan adalah itik yang diberi perlakuan pemberian pakan, selang air yang digunakan untuk membersihkan kandang, bak, tempat pakan, tempat minum dan timbangan yang digunakan untuk menimbang telur itik. Bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah Jagung, Bekatul, Konsentrat, dan Tepung Ikan yang diguanakan sebagai pakan itik.

3.2.      Metode
3.2.1.   Persiapan

Persiapan kandang dimulai dengan membersihkan kandang, pembuatan flok kandang, pengapuran seluruh flock, pemasangan tirai, pembuatan brooder, penggunaan koran sebagai alas kandang flock.

3.2.2.   Pemeliharaan ayam broiler


Pemasukan DOC dimulai dengan menyalakan pemanas selama 2 jam sebelum DOC masuk, ketika DOC datang dilakukan penimbangan bobot awal DOC sebanyak 34 ekor, memberi air minum dicampur gula diberikan selama sehari, pemberiaan warna tanda sesuai kelompok, kemudian dilanjutkan dengan memberikan pakan BR-1 ULTIMQ (ransum butiran ayam pedaging) pada tanggal 1-19 Oktober, R-91 (pakan butiran komplit) Guyofeed pada tanggal 20-23 Oktober dan 25 Oktober, tanggal 24 Oktober diberi pakan jenis BRJ. Cara pemberian pakan pada fase starter pakan dihaluskan dan disebarkan di atas alas koran dan tempat pakan, setelah fase growerpakan dalam bentuk butiran dan ditempatkan di tempat pakan.
Pemberian pakan dilakukan menurut tabel kebutuhan. Pemberian minum secara adlibitum dan pakan diberikan ad libitumterkontrol. Penambahkan vitamin pada saat-saat tertentu melalui air minum, untuk pemberian vitachick pada hari ke 1-4, 7-14, 17 – 21, 24 – 30 sedangkan untuk pemberian vitastress pada hari ke 5-6,15-16, dan 22-23. 
Melakukan recording setiap hari meliputi pengamatan suhu selama tiga kali sehari pada pukul 06.00, 13.00 dan pukul 21.00 serta recording pemberian pakan untuk mengetahui pemberian dan sisa sehingga didapatkan data konsumsi.  Penimbangan bobot badan ayam dilakukan 1 minggu sekali. Penggantian alas dilakukan setiap hari apabila koran sudah terlihat lembab dan basah segera dilakukan penggantian alas.
Melakukan vaksin ND/IB melalui tetes mata pada saat ayam berumur 1 hari, yaitu pada tanggal 1 Oktober 2014. Vaksinasi Gumboro diberikan melalui air minum pada saat ayam umur 14 hari, yaitu pada tanggal 15 Oktober 2014. Vaksin gumboro dan ND/IB diberikan selama 2 jam dan setelah itu diberi vitastress selama 2 hari. Vaksin gumboro diberikan lewat air minum ayam broiler.
Ventilasi pada minggu pertama tirai tertutup semua, minggu II tirai terbuka ¼  bagian, minggu ke III tirai terbuka ½ bagian, minggu ke IV sampai panen tirai terbuka ¾ bagian sampai terbuka seluruhnya. Jika keadaan suhu sangat rendah atau dalam keadaan hujan maka tirai ditutup seluruh bagian.


3.2.3.   Processing

Metode yang digunakan dalam praktikum processingadalah persiapan, pemotongan dan pengemasan. Persiapan meliputi ayam hidup sebelum disembelih, terlebih dahulu dipuasakan selama 6‑10 jam, kemudian ditimbang untuk menentukan berat hidup. Pemotongan dengan metode manual dilakukan dengan memotong pada trachea dan saluran perncernaan. Kemudian dilakukan scalding  atau pecelupan dalam air panas selama 30 detik dan dilakukan pencabutan bulu. Setelah bersih kemudian dilakukan pengeluaran organ percernaan dengan cara membelah bagian dasar perut selebar tiga jari sebagai jalan keluarnya vicera.
Parameter yang diamati adalah dengan menimbang berat hidup ayam, mencatat waktu pengeluaran darah selama penyembelihan, menimbang bobot mati ayam, menimbang bobot tanpa bulu, menimbang bobot viscera dan organ percernaan, kemudian mengukur panjangnya.Setelah ayam bersih dari bulu serta organ pencernaanya maka dilakukan pemotongan kepala dan cakar untuk mendapatkan karkas, kemudian dilakukan pengukuran dan penimbangan pada karkas.Prosedur terakhir adalah membungkus karkas dengan plastik pengemas.

3.2.4.   Pemeliharaan Itik
Metode yang digunakan pada saat praktikum adalah saat sebelum pemberian minum dan pakan jika terdapat itik yang bertelur, telur diambil. Telur yang diambil tersebut diambil 10 butir sebagai sampel lalu ditimbang, jika telur kurang dari 10 butir tetap ditimbang semuanya. Pada praktikum pemberian pakan itik sebanyak 6 kg yang diberikan dua kali sehari. Dengan komposisi pakan berupa jagung 3 kg, bekatul 1 kg, konsentrat 1,5 kg, dan tepung ikan 1/2 kg lalu dicampur air sedikit. Untuk pemberian air minum dilakukan secara ad libitum.
Tabel 1. Komposisi Ransum untuk Pakan Itik
Bahan Pakan
Komposisi
Jagung
3 kg
Bekatul
1 kg
Konsentrat
1,5 kg
Tepung Ikan
0,5 kg
Sumber: Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2014.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.      Pemeliharaan Ayam Broiler
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa pemeliharaan ayam broilermeliputi persiapan sebelum chick in, bibit, manajemen pemberian pakan, vaksinasi, manajemen sanitasi dan biosecurity serta penanganan processing. Pemeliharaan dengan menggunakan ayam broiler strain Lohhman dengan jumlah awal sebanyak 34 ekor dan bobot awal DOC rata-rata 44 gram. Pemeliharaan ayam broiler ini dilaksanakan selama 28 hari (4 minggu). Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (2012) yang menyatakan bahwa pemeliharaan ayam broiler dibagi menjadi 2 fase yaitu fase starter(masa pemeliharaan awal) yaitu ketika anak ayam broiler sudah kuat untuk hidup layak sejak anak ayam berusia 1 hari sampai 4 minggu dan fase finisher (masa pemeliharaan akhir) yaitu bila ayam telah berumur lebih dari 4 minggu dan siap potong. Tamalluddin (2012) menambahkan bahwa strain broiler di Indonesia yang paling banyak dikembangkan oleh breeder (perusahaan pembibitan) antara lain Cobb, Lohhman, Ross dan Hubbard.

4.1.1.   Persiapan sebelum Chick In
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa kegiatan yang harus dilakukan sebelum pemeliharaan dan sebelum DOC datang yaitu melakukan sanitasi di kandang yang meliputi membersihkan kotoran yang ada di dalam maupun di luar kandang, mencuci seluruh bagian kandang dengan menggunakan deterjen, melakukan sterilisasi menggunakan desinfektan, menaburkan kapur pada seluruh bagian kandang dan merapikan seluruh peralatan kandang, setelah dicuci kandang dibiarkan selama 2 hari agar kandang kering terlebih dahulu sebelum DOC datang. Hal ini sesuai dengan pendapat Fadilah (2013) yang menyatakan bahwa hal yang harus dilakukan sebelum memulai pemeliharaan ayam broiler yaitu persiapan kandang (preparing period) yang terdiri dari pencucian dan sanitasi kandang yang meliputi mencuci kandang dengan menggunakan sprayer tekanan tinggi, melakukan sterilisasi menggunakan desinfektan, melakukan pengapuran dan membiarkan kandang selama 2 – 3 hari hingga bagian dalam dan sekitarnya kering kemudian menaburkan sekam dengan ketebalan 10 cm. Maryuni (2003) menambahkan bahwa sebelum pemeliharaan ayam broiler terdapat tahap persiapan yang terdiri dari persiapan kandang sebelum anak ayam datang meliputi pembersihan kandang dan lingkungan, mencuci-hamakan kandang, memasang lampu listrik, meratakan litter, pengapuran dan menyiapkan tempat pakan dan minum. Setelah dilakukan pencucian kandang, kebutuhan lain yang harus dipersiapkan yaitu memasang alat pemanas (brooder) dan tempat pakan dan minum sesuai dengan jumlah ayam yang akan dipelihara. Hal ini sesuai dengan pendapat Fadilah (2013) yang menyatakan bahwa hal yang harus dilakukan sebelum memulai pemeliharaan ayam broiler yaitu persiapan kandang (preparing period) dan mempersiapkan lingkaran pelindung (chick guard), memasang tempat pakan (chick feed tray) dan tempat minum serta memasang alat pemanas.

4.1.2.   Bibit
            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan bibit yang digunakan adalah DOC ayam broiler strain Lohhman.  Bibit didatangkan dari PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk. dengan merk MB-202 Platinum.  Bibit yang digunakan memiliki ciri-ciri yaitu bulunya berwarna kuning keputihan dan warna kulitnya kekuningan, mata bersinar dan kondisi ayam dalam keadaan sehat. Hal ini sesuai dengan pendapat Narantaka (2012) yang menyatakan bahwa mengecek atau meneliti kuantitas (jumlah) dan kualitas (mutu) DOC dilakukan semenjak pertama kali datang, hal ini dimaksudkan untuk memastikan DOC yang hendak dipelihara dalam kandang benar-benar baik(berkualitas) yakni sehat, terbebas dari penyakit dan tidak cacat fisik.Pemeliharaan bibit yang berkualitas merupakan langkah tepat dalam mengawali pemeliharaan ayam broiler komersial.Pemilihan bibit juga harus memperhatikan tingkat produktivitas ayam sehingga menggunakan ayam strain Lohhman sebab strain tersebut tingkat produktivitasnya tinggi. Selain itu juga, berat tubuh strain Lohhman pada umur 20 minggu sekitar 1,6-1,7 kg dan akhir produksi 1,9--2,1 kg. Puncak produksi strain Lohhman mencapai 92-93 %. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudaryani dan Santoso (1995) yang menyatakan bahwa bibit yang dipergunakan adalah bibit yang produktif, mempunyai daya produksi yang tinggi, misalnya jenis ras atau strain tertentu. Hardjosworo dan Rukmiasih (2000) menyatakan bahwa strain lohman memiliki ciri-ciri antara lain berat badan 8 minggu rata-rata mencapai 2,2 kg dengan konsumsi makanan sebanyak 4.6 kg, sehingga FCR nya adalah 2.1. Berat bersih karkas adalah 74% dengan daya hidup mencapai 96%. Warna kulitnya adalah kuning dengan bulu berwarna putih. Pemilihan bibit juga sudah sesuai dengan kriteria yaitu DOC secara fisik dalam keadaan sehat tidak ada cacat fisik dan nafsu makan baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (2008) yang menyatakan bahwa DOC yang baik memiliki kriteria matanya tampak cerah, segar, wajah tidak pucat, aktif, tidak  terdapt cacat fisik, tidak ada lekatan tinja di duburnya.

4.1.3.   Manajemen Pemberian Pakan
            Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 2. Konsumsi Pakan Ayam per Minggu
Umur (minggu ke-)
Bobot Badan Awal (gram)
Bobot Badan Akhir (gram)
Konsumsi (gram/ekor/minggu)
Komulatif (gram/ekor)
FCR
Minggu 1
44
372,5
115,2
115,2
0,31
Minggu 2
372,5
483
384,3
499,5
1,03
Minggu 3
483
684
611
1110,5
1,62
Minggu 4
684
891,17
632
1742,5
1,96
Sumber: Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2014
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa konsumsi pakan ayam selama pemeliharaan adalah pada minggu pertama konsumsi pakan sebesar 115,2 gram/ekor/minggu, minggu kedua konsumsi pakan sebesar 384,3 gram/ekor/hari, minggu ketiga konsumsi pakan sebesar 611 gram/ekor/minggu, dan minggu keempat konsumsi pakan sebesar 632 gram/ekor/minggu. Tingkat konsumsi ayam selama pemeliharaan besarnya berbeda-beda, hal tersebut disesuaikan dengan fase fisiologis dan umur yang dicapai pada ayam yang dipelihara. Besar konsumsi pakan oleh ternak pada minggu pertama berada dibawah kisaran normal, sedangkan besar konsumsi pada minggu kedua, ketiga dan keempat berada diatas kisaran normal. Menurut pendapat Anita et al. (2012) menyatakan bahwa konsumsi normal ayam broiler adalah 53,88 sampai 55,68 gram/ekor/hari atau 377,16 sampai 389,76 gram/ekor/minggu. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Budiansyah (2010) yang menyatakan bahwa konsumsi pakan ayam broiler strain Lohhman MB-202 perharinya berkisar antara 59,71 sampai 65,02 gram/ekor atau 417,97 sampai 455,14 gram/ekor/minggu. Tinggi rendahnya konsumsi pakan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain seperti berat badan, bentuk pakan, kualitas pakan, kepadatan nutrisi, metode pemberian pakan, kesehatan ayam, temperatur lingkungan, bentuk pemeliharaan, dan tempat pakan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Brickett et al. (2007) yang menyatakan bahwa konsumsi pakan dapat dipengaruhi oleh kepadatan nutrisi dalam pakan dan bentuk pakan yang diberikan. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Sidadolog (2011) yang menyatakan bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh berat badan, kualitas pakan, metode pemberian pakan, kesehatan ayam, temperatur lingkungan, bentuk pemeliharaan, dan tempat pakan.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa besar Feed Convertion Ratio (FCR) selama pemeliharaan adalah pada minggu pertama nilai FCR sebesar 0,31, minggu kedua nilai FCR sebesar 1,03, minggu ketiga nilai FCR sebesar 1,62, dan minggu keempat nilai FCR sebesar 1,96. Besar nilai FCR pada minggu pertama dan minggu kedua berada dibawah kisaran normal, sedangkan pada minggu ketiga dan keempat nilai FCR berada diatas kisaran normal. Menurut Utami et al. (2012) menyatakan bahwa nilai FCR ayam broiler normalnya berkisar antara 1,41 sampai 1,45. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Tantalo (2009) yang menyatakan bahwa nilai FCR rata-rata ayam broiler strain Lohhman MB-202 normalnya berkisar 1,46. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Budiansyah (2010) yang menyatakan bahwa nilai FCR ayam broiler strain Lohhman berkisar antara 1,23 sampai 1,41. Tinggi rendahnya nilai FCR dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain seperti kualitas pakan, kemampuan ayam dalam mengubah ransum yang dikonsumsi menjadi daging, tingkat konsumsi, dan pertambahan bobot badan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Laihad (2000) yang menyatakan bahwa besar kecilnya nilai FCR dapat dipengaruhi oleh kualitas pakan dan kemampuan ayam broiler mengubah ransum yang dikonsumsi menjadi daging. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Anita et al. (2012) yang menyatakan bahwa nilai FCR yang berbeda dapat disebabkan oleh tingkat konsumsi dan pertumbuhan bobot badan yang berbeda, sehingga ternak kurang efisien dalam pemanfaatan ransum.
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa dalam manajemen pemberian pakan dengan pemeliharaan ayam selama 28 hari menggunakan pakan jenis BE-1 ULTIMQ, R-19 Guyofeed, dan BRJ. Pemberian pakan untuk ternak ayam diberikan sesuai dengan kebutuhan dan diberikan secara ad libitum yaitu pakan diberikan secara terus menerus selama satu minggu, dan untuk selanjutnya pakan diberikan dengan adanya batasan pemberian. Pakan diberikan dengan menggunakan chick feeder tray yang diletakkan di lantai agar memudahkan dalam mengkonsumsi pakan, sedangkan pada saat mencapai umur satu minggu pakan diberikan dalam feeder tube. Hal ini sesuai dengan pendapat Fadilah et al. (2007) yang menyatakan bahwa pemberian pakan pada saat starterdiberikan di chick feeder tray dan pada saat finisher diberikan pakan dalam feeder tube yang digantung. Peletakan tempat pakan pada masa ini adalah dengan digantung setinggi bahu ayam agar pakan yang diberikan tidak tumpah dan tercecer. Frekuensi pemberian pakan sebanyak dua kali yaitu pakan diberikan pada pagi hari dan sore hari. Pemberian pakan selama pemeliharaan juga memperhatikan jumlah kebutuhan sesuai fase-fase ternak yaitu kebutuhan pada fase starterdan kebutuhan pada fase finisher. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rasyaf (2002) yang menyatakan bahwa pakan untuk ayam broiler dibedakan atas fase yang dicapainya yaitu pakan untuk periode starter dan pakan untuk periode finisher.
Tingkat konsumsi pakan oleh ternak ayam dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor bangsa dari ayam (DOC), kondisi fisiologis ternak, suhu lingkungan, fase produksi, kandungan energi ransum dan bentuk fisik ransum. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wiharto (1985) yang menyatakan beberapa faktor seperti bangsa ternak, kondisi fisiologis ternak, suhu lingkungan, fase produksi, kandungan energi ransum dan bentuk fisik ransum dapat mempengaruhi tingkat konsumsi ternak ayam yang berbeda-beda.

4.1.4.   Manajemen Vaksinasi
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa vaksinasi yang dilakukan pada pemeliharaan ayam broiler sebanyak 2 kali yaitu pemberian vaksin ND/IB, vaksin gumboro. Pemberian vaksin ND/IBdilakukan pada saat ayam umur 1 hari tepatnya ketika ayam akan dimasukan kedalam brooder. Proses vaksinasi dilakukan dengan tetes mata dimana vaksin dilarutkan dalam larutan dapar kemudian dikocok sampai rata. Satu vaksin dapat digunakan untuk 100 ekor anak ayam dengan ketentuan satu ekor satu tetes vaksin. Vaksinasi yang kedua adalah pemberian vaksin terhadap penyakit gumboro yang dilakukan pada saat ayam berumur 14 hari melalui air minum dan sebelum dilakukan vaksinasi ayam dipuasakan selama 2 jam dengan tujuan agar air minum yang dicampur vaksin dapat habis dalam waktu yang singkat. Proses vaksinasi hanya dilakukan apabila ayam dalam keadaan sehat dan kondisi lingkungan baik. Sesudah proses vaksinasi ayam diberi air minum yang dicampur dengan multivitamin atau antistress untuk mengatasi keadaan stress akibat perlakuan selama proses vaksinasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1992) menyatakan bahwa vaksinasi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain  melalui tetes mata, hidung, mulut dan air minum. Ditambahkan oleh Ensminger (1980) bahwa penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi antara lain NCD/ND, Invectious Laringo Trachacitis, Fowlok, Avian Enchepalomielitis, Gumboro dan Marex.

4.1.5.   Manajemen Sanitasi dan Biosecurity
            Berdasarkan hasil praktikum diperoleh bahwa persiapan kandang meliputi pembersihan kandang baik bagian luar maupun bagian dalam kandang, melakukan pengapuran dan penyemprotan dengan desinfektan hal ini bertujuan untuk membunuh endoparasit dan ekto parasit yang ada dalam kandang, pembuatan flock untuk memisahkan ayam, pembuatan brooder untuk membuat ternak nyaman dengan lingkungannya, persiapan tempat pakan dan minum untuk ayam, penaburan sekam pada alas kandang dan persiapan koran untuk alas yang bertujuan agar anak ayam tidak memakan sekam karena pada saat DOC belum bisa membedakan antara sekam dan pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Priyatno (1999) yang menyatakan bahwa persiapan kandang adalah dengan membersihkan kandang, pemberian desinfektan dan fumigasi. Tujuan dari pemberian desinfektan, pengapuran dan fumigasi adalah untuk menghilangkan patogen yang dapat menyebabkan ayam sakit. Rasyaf (1992) menambahkan bahwa persiapan pemeliharaan dimulai dengan pencucian kandang dengan desinfektan, dilanjutkan dengan membersihkan kandang dan areal di sekitar kandang. Seluruh bagian kandang disemprot dengan desinfektan.

4.1.6.   Processing
Tabel pengamatan proses processingdiperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 3. Rataan Presentase Bobot Karkas Ayam Broiler
Ayam ke-
Bobot Karkas (kg)
Persentase Karkas (%)
1
0,36
44,39
2
0,53
55,21
3
0,44
52,69
4
0,45
49,45
5
0,52
52,00
6
0,45
54,15
Rata-rata
0,46
51,31
Sumber : Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2014.

Berdasarkan hasil pengamatan processingdiperoleh rata-rata bobot karkas sebesar 0,46 kg. Dimana karkas yang diukur adalah bagian tubuh ayam tanpa darah, bulu, kaki, kepala, leher dan seluruh isi rongga perut kecuali hati, ampela serta jantung. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (1992) dalam Setiawan dan Sujana (2010) menyatakan bahwa karkas ayam adalah bobot tubuh ayam yang telah dipotong tanpa bulu, darah, kepala, leher dan kaki  bagian  bawah  serta  organ  jeroan. Presentase karkas yang diperoleh rata-rata sebesar 51,31%. Menurut pendapat Setiawan dan Sujana (2010) menyatakan bahwa persentase  karkas  diperoleh  dengan melakukan pembagian bobot karkas dengan bobot hidup dikalikan 100 persen. Perbedaan persentase bobot karkas ini disebabkan karena bobot hidup dari masing-masing ayam berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad dan Herman (1982) Setiadi et al., (2012) menyatakan bahwa bobot hidup sejalan dengan bobot karkas, semakin tinggi bobot hidup  maka bobot karkas akan semakin tinggi.
 Pada tahapan processing sebelum ayam disembelih ayam pedaging tidak diberi makan (dipuasakan) dengan tujuan untuk memudahkan pembersihan isi perut. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna dan Kartasudjana (2006) yang menyatakan bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan ayam dalam bentuk karkas yaitu tiga hari sebelum ayam dipotong, ayam tidak diberi makanan atau minuman yang mengandung obat-obatan. Kegiatan processingyang dilakukan yaitu dengan pemotongan ayam yang dilakukan dengan cara memotong vena jugularis dan arteri carotis di dasar rahang, kemudian pengeluaran darah yang dilakukan secara tuntas, pencabutan bulu, mengeluarkan vicera sampai pemotongan kepala, leher, kaki. Hal ini sesuai dengan pendapat Morshedy dan Sallam (2009) dalam  Hantoro dan Rahardjo (2012) yang menyatakan bahwa tahapan processingyaitu scalding, pencabutan bulu, pengeluaran jeroan dan pencucian. Hal ini diperkuat dengan pendapat Suprijatna dan Kartasudjana (2006) yang menyatakan bahwa kegiatan processing meliputi penyembelihan untuk mengeluarkan darah, pencabutan bulu, pengeluaran viscera, pemotongan kepala, leher dan kaki.


4.2.      Pemeliharaan Itik
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil bahwa pemeliharaan Itik dibagi menjadi 3 fase yaitu fase starter, grower  dan fase layer yang meliputi manajemen persiapan kandang, pemberian pakan, vaksinasi, dan sanitasi. itik masa layer dapat dipelihara pada bebrapa tipe kandang layer seperti kandang baterai, kandang panggung, atau kandang lantai. Hal ini sesuai dengan pendapat (Supriyadi, 2009) itik layer dapat dipelihara pada beberapa tipe kandang diantaranya kandang baterai, kandang panggung, atau kandang lantai.Pemeliharaannya dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase starter, fase grower dan fase layer. Fadilah (2006) menambahkan bahwa kegiatan yang dilakukan selama melaksanakan manajemen pemeliharaan Itik meliputi kegiatan persiapan kandang dan peralatan yang digunakan, penggunaan dan pengaturan pergantian litter, perlakuan saat DOD datang, sanitasi kandang, pemberian pakan dan air minum, seleksi, vaksinasi, pemberian vitamin dan obat-obatan dan pemanenan.

4.2.1.   Manajemen pemberian pakan dan minum
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pakan itik adalah ransum yang tersusun dari jagung 3 kg, bekatul 1 kg, konsentrat 1,5 kg dan tepung ikan 1,5 kg. Sedangkan air minum diberikan secara ad libitum namun terkontrol. Pemberian pakan pada itik diberikan 6 kg/hari ransum yang telah di campur dari berbagai bahan pakan. Dari 6 kg ransum tersebut diberikan 2 kali sehari, setiap pagi 3 kg dan sore 3 kg. Hal ini sesuai dengan pendapat Susilorini et al., (2011) yang menyatakan bahwa pada fase leyer (18-27 minggu) pemberian pakan dibagi menjadi 2 cara yaitu pada  7 hari pertama itik diberi pakan peralihan dari pakan growerke pakan layer dengan memperhatikan permulaan produksi 5%. Pada periode layer, itik membutuhkan pakan dengan kandungan protein 15-18 % dan kandungan energi sebesar 2.700 kkal. Wakhid (2013) menambahkan bahwa pemberian pakan untuk itik petelur dewasa berumur 5 bulan dapat berupa pakan tepung sebanyak 100 gram dan pakan butiran sebanyak 60 gram. Pemberian dilakukan 3 kali sehari, pagi pukul 7.30 siang pukul 12.00 dan sore pukul 17.00.
Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum, apabila air minum habis harus segera diisi kembali. Setiap pagi hari air minum harus diganti dan tempat air minum harus dicuci sampai bersih. Hal ini sesuai dengan pendapat Wakhid (2013) yang menyatakan bahwa air minum pada pemeliharaan itik harus tersedia terus menerus dan diganti setiap hari atau jika sudah kotor. Ditambahkan oleh pendapat Susilorini et al., (2011) yang menyatakan bahwa pemberian minum pada itik dikelompokkan berdasarkan umur, untuk umur 28 hari- afkir diberikan secara ad libitum dengan tempat minum berupa 4 persegi panjang.

4.2.2.   Hen Day Production (HDP)
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil HDP sebesar 47,31%. Menurut Rasyaf (2004) Hen Day Production merupakan produksi telur dibagi dengan jumlah ternak pada saat itu dan hasilnya dikalikan dikalikan 100%. HDP yang didapatkan masih kurang baik karena menurut penelitian Setioko (2012) angka HDP yang baik dikatakan besarnya lebih dari 80%. Angka HDP tersebut dipengaruhi oleh umur itik. Umur berkaitan dengan pertumbuhan itik yaitu dari sisi pertumbuhan tulang yang belum sempurna ketika umur masih muda dibandingkan dengan ayam siap kawin karena sudah dewasa kelamin. Hal ini berkaitan dengan aspek yang dapat memacu dewasa kelamin dan juga perkembangan tulang pubis. Perkembangan tulang pubis tergantung dari sekresi hormone estrogen, pada umur masih muda ayam hormone estrogen masih banyak sedangkan pada umur dewasa hormone estrogen lebih sedikit dan kadat hormone estrogen mempengaruhi jarak tulang pubis semaki banyak hormon estrogen jarak antar tulang pubis semakin lebar. Hal ini sesuai dengan pendapat Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008) estrogen yang dihasilkan oleh ovarium berperan bagi perkembangan oviduk, mengatur keseimbangan kalsium saat terbentuknya kerabang telur, perkembangan tulang pubis, dan pertumbuhan bulu. Ditambahkan oleh Anwar dan Safitri (2005) bahw sekresi hormon estrogen akan menurun, hal ini terjadi pada unggas yang tua. Sekresi hormon estrogen mulai meningkat pada saat unggas menjelang bertelur dan akan menurun pada saat unggas menjelang rontok bulu, akan menigkat lagi setelah unggas tersebut selesai raontok bulu dan tumbuh bulu-bulu yang baru.

4.2.3.   Hen House Production (HHP)
            Berdasarkan praktikum pemeliharaan itik yang telah dilaksanakan didapatkan hasil bahwa HHP sebesar 44%. Nilai HDP menurut Rasyaf (1995) dipengaruhi oleh kemampuan alamiah dari unggas yang sesuai dengan lingkungan asalnya, lebih lanjut dinyatakan bahwa secara genetis tiap jenis unggas mempunyai batas maksimal dalam berproduksi. Faktor yang juga turut mempengaruhi perbedaan produksi telur antar jenis yaitu umur induk dan juga masa produksi Sudarmono (2009) menyatakan bahwa HH (hen house) dan HD (hen day) bertujuan untuk mengetahui tingkat produksi yang dihasilkan tiap hari sehingga dapat dibandingkan dengan produksi sebelumnya.Nurgiartiningsih et al. (2005) menambahkan bahwa induk yang mati pada periode pencatatan dan induk yang tidak berproduksi merupakan bagian dari populasi dan masuk dalam perhitungan meskipun produksinya rendah ataupun tidak berproduksi sama sekali.

4.3.      Analisis Keuangan
Berdasarkan praktikum pemeliharaan ayam broiler diperoleh analisis usaha sebagai berikut :
Tabel 4. Hasil Analisis Usaha Ayam Broiler
Biaya
Jumlah
Pendapatan
Rp.  68.750,-
Pengeluaran
Rp.144.036,-
Kerugian
Rp.  75.286,-
BEP (6 unit)
    Rp.  24.006,-
B/C Ratio
                                       0,48
ROI
        -52,27%  
Sumber: Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2014.

Berdasarkan perhitungan analisis usaha, pemeliharaan ayam broiler mengalami kerugian sebesar Rp. 75.286,-. Kerugian tersebut disebabkan karena hasil dari penjualan ayam tersebut tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan selama pemeliharaan, hal tersebut terjadi karena adanya faktor mortalitas sehingga menyebabkan penjualan ternak rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Hoddi et al. (2011)  menyatakan bahwa  keuntungan  yang  diperoleh  peternak ayam  pedaging  merupakan  hasil  dari penjualan  ternak  dikurangi  dengan  biayabiaya  yang  dikeluarkan  selama  masa produksi.  Tingkat keberhasilan dari suatu usaha dapat dilihat dari nilai B/C ratio yang dihasilkan, dimana nilai B/C ratio yang diperoleh dari usaha pemeliharaan ayam broiler tersebut sebesar 0,48. Hal ini menunjukkan bahwa usaha pemeliharaan ayam broiler tersebut rugi karena nilai B/C yang dihasilkan kurang dari 1. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanto et al., (2011) menyatakan bahwa jika  nilai  B/C  Ratio  <  1 menunjukkan bahwa usaha  budidaya ayam pedaging rugi. Syamsudin  (2000)  menambahkan bahwa nilai B/C ratio tersebut merupakan  imbangan  antara  penerimaan dengan  biaya  yang  digunakan  untuk  usaha. Suatu  usaha  dikatakan  layak  apabila  nilai R/C ratio lebih dari satu. Nilai ROI (Return On Investment) yang dihasilkan rendah, hal ini menunjukkan bahwa usaha tersebut tidak mampu menghasilkan keuntungan/laba. Hal ini sesuai dengan pendapat Syamsuddin (2009) menyatakan bahwa Return  on
Investment  (ROI)  merupakan pengukuran  kemampuan  perusahaan  secara keseluruhan  aktiva  yang  tersedia  di  dalam perusahaan.  Semakin  tinggi  rasio  ini,  semakin baik keadaan suatu usaha.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.      Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa manajemen pemeliharaan ayam broiler dimulai dari persiapan kandang sebelum DOC datang. Manajemen pemeliharaan baik starter maupun finisher sudah sesuai dengan jadwal waktu yang sudah ditetapkan, sanitasi dan kesehatan sudah baik yaitu dengan penggantian alas kandang (koran) secara rutin sehingga tidak menimbulkan keadaan yang lembab dan basah serta penggunaan densifektan juga telah dilakukan. Pemeliharaan ayam broiler selama 28 hari masih menghasilkan bobot badan yang kurang dari standar karena suhu yang terlalu tinggi sehingga banyak energi yang terbuang dan ayam mengalami cekaman panas. Kegiatan processing meliputi penyembelihan untuk mengeluarkan darah, pencabutan bulu, pengeluaran viscera, pemotongan kepala, leher dan kaki kemudian dihasilkan karkas. Nilai HDP dan HHP yang diperoleh masih terlalu rendah karena pengaruh dari umur itik dan lingkungan. Pemeliharaan ayam broiler yang dilakukan mengalami kerugian karena biaya yang dikeluarkan melebihi biaya yang diterima.

5.2.      Saran
            Manajemen yang dilakukan harus dibenahi lagi agar tidak mengalami kerugian dalam pemeliharaan ayam broiler seperti manajemen pemberian pakan, kesehatan dan pemasaran.


DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Anita, W. Y., I. Astuti, dan Suharto. 2012. Pengaruh pemberian tepung daun teh tua dalam ransum terhadap performan dan persentase lemak abdominal ayam broiler. Tropical Animal Husbandry Vol. 1 (1), Oktober 2012:1-6, ISSN 2301-9921.

Anwar H dan Safitri E. 2005. Anti-Prolaktin Sebagai Penghambat Proses Moulting. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. http://journal.discoveryindonesia.com/index.php/hayati/article/viewPDFI

Brickett, K. E., J. P. Dahiya., H. L. Classen and S. Gomis. 2007. Influnce of dietary nutrient density, feed form, and lighting. J. Poultry Sci 86: 2172-2181.

Budiansyah, Agus. 2010. Performan ayam broiler yang diberi ransum yang mengandung bungkil kelapa yang difermentasi ragi tape sebagai pengganti sebagian ransum komersial. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Februari, 2101, Vol. XIII, No. 5.

Ensminger, M. E. 1980. Poultry Science 2nd. The Interstate Printers and Publishing Inc. Danville, Illionis.

Fadilah, R. 2013. Beternak Ayam Broiler. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Fadilah, R., A Polana, S. Alam, dan E. Parwanto. 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Fadilah, R., A Polana, S.Alam, dan E. Parwanto. 2006. Sukses Beternak Itik. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Hantoro, A., dan D. Rahardjo. 2011. Efektivitas jeruk nipis dalam menurunkan bakteri salmonella dan Escherichia coli pada dada karkas ayam broiler. J. IJAS. 2 (3) : 91 – 94.

Hoddi, A.H, Rombe, M.B dan Fahrul. 2011. Analisis  Pendapatan  Peternakan Sapi  Potong  Di  Kecamatan Tanete  Rilau,  Kabupaten  Barru (Revenue Analysis Cattle Ranch In  Sub  Tanete  Rilau  Barru). Jurnal AGRIBISNIS 10 (3).

Laihad, J. T. 2000. Pengaruh penambahan teh hijau dalam pakan pada kadar kolesterol ayam broiler. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Maryuni, S. S. 2003. Pengaruh Kandungan Lisin dan Energi Metabolis Berbeda dalam Ransum yang Mengaandung Ubi kayu Fermentasi terhadap Lemak Ayam Broiler. Program Magister Ilmu Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro. Tesis.
Matulessy, D.N. 2011. Analisis mikrobiologis karkas ayam broiler beku yang beredar di pasar tradisional Halmahera Utara. J. Agroforestri. 6 (1) : 65-72.

Narantaka,A.2012.Budidaya Ayam Broiler.PT. Buku Kita, Jakarta.

Nurgiartiningsih, V. M. A., Mielenz, N., Preisinger, R., Schmutz, M. and Schüler, L. 2005. Heritabilities And Genetic Correlations For Monthly Egg Production And Egg Weight Of White.

Priyatno, M. A. 1999. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M. 1992. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M. 1992. Pengelolaan Usaha Ayam Kampung. Kanisius, Yogyakarta.

Rasyaf, M. 1995. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Cetakan ke 5. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M. 2002. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M. 2012. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.

Santoso, H. dan T. Sudaryani.2011. Pembesaran Ayam Pedaging Hari Per Hari di Kandang Panggung Terbuka. Penebar Swadaya, Jakarta.

Setiadi, D., K. Nova dan S. Tantalo. 2012. Perbandingan bobot hidup, karkas, giblet, dan lemak abdominal ayam jantan tipe medium dengan strain berbeda yang diberi ransum komersial broiler. J. poultry Science. 3(1) : 43-49.

Setiawan, I., dan E. Sujana. 2010. Bobot akhir, persentase karkas dan lemak abdominal ayam broiler yang dipanen pada umur yang berbeda. Seminar Nasional Fakultas Peternakan Unpad. Hal : 563-567.

Setioko, A.R. 2012. Teknologi Inseminasi Buatan untuk Meningkatkan Produktifitas Itik Hibrida Sebagai Penghasil Daging Pengembangan Inovasi Pertanian 5 (2) : 108-123.
Sidadolog, J. H. P. 2011. Manajemen Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sudarmono. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Kanasius,

Sudarmono. 2009. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sudaryani, T. 1995. Teknik Vaksinasi dan Pengendaliaan Penyakit. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sudaryani, T. dan H. Santosa. 1995. Pemeliharaan Ayam Ras Petelur di Kandang Baterai. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suprijatna, E., A. Umiyati dan K. Ruhyat. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suprijatna, E., dan R. Kartasudjana. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Supriyadi. 2009. Panduan Lengkap Itik. Penebar Swadaya, Jakarta.

Susanto, E.P.B., H.D. Utami, dan B. Hartono. 2011. analisis finansial usaha budidaya ayam pedaging (broiler) peternak plasma pola kemitraan di pt. “reza perkasa” unit budidaya madiun. J. Agribisnis. 9(1) : 41-49.

Syamsudin,  L.  2000.  Perusahaan  Manajemen Keuangan. Edisi-3. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Syamsuddin,  Lukman.  2009.  Manajemen Keuangan  Perusahaan:  Konsep  Aplikasi dalam:  Perencanaan,  Pengawasan,  dan Pengambilan  Keputusan.  Jakarta:  Rajawali Pers.

Tamalluddin, F. 2012. Ayam Broiler 22 Hari Panen Lebih Untung. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tantalo, S. Perbandingan performans dua strain broiler yang mengonsumsi air kunyit. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Agustus, 2009, Vol. No. 3.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekodjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Utami, Sri, Zuprizal, dan Supadmo. Pengaruh penggunaan daging buah pala dalam pakan (Myristica FrangransHoutt) terhadap kinerja ayam broiler pada kepadatan kandang yang berbeda. Buletin Peternakan Vol. 36(1): 5-13, Februari 2012. ISSN 0126-4400.

Wiharto. 1985. Petunjuk Beternak Ayam. Lembaga Penerbitan Universitas Brawijaya, Malang.

Wingkel, P.T. 1997. Biosecurity in Poultry Production: Where are we and where do we go? Prosiding 11thInternational Congress of the World Poultry Association, Yogyakarta.

Yuwanta, Tri. 2008. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta.
  



Download Lampiran
Download Laporan

Comments

Popular posts from this blog

Kalopo (Calopogonium mucunoides)

Tanaman ini tumbuh menjalar dan bisa memanjang sampai 30- 50 cm. Tanaman ini beradaptasi pada tanah yang basah dan tidak tahan terhadap kekeringan. Batang dan daun yang muda berbulu, berwarna coklat keemasan. Bentuk daun bulat dan berkelompok 3 dalam satu tangkai. Bunganya kecil berwarna ungu. Jenis legum ini kurang disukai oleh ternak karena daun  dan batangnya berbulu. Biasa ditanam dengan biji dengan kebutuhan 6-9 Kg/ha. Dapat ditanam dengan rumput Rhodes dan  Brachiaria .

Zat Pengharum pada Pakan Ayam

Untuk menambah daya rangsang ayam terhadap pakan, bisa juga ditambahkan pengharum yang beraroma khusus, biasanya berasal dari ekstrak tumbuhan. Pengharum ini dapat diperoleh di importir obat ternak atau toko-toko kimia. Bahan yang bisa dibeli di toko kimia seperti pengharum yang beraroma vanila. Penggunaan pengharum dalam pakan tidak mutlak. Tidak semua pakan komersial pabrik menggunakan pengharum. Dengan menggunakan bahan baku berkualitas baik akan dihasilkan pakan dengan aroma yang khas. Proses pencetakan pelet melalui tahapan penguapan (steaming) akan memberikan aroma yang lebih merangsang ayam untuk meningkatkan konsumsi pakan.

Laporan Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak (IKT) | Nekropsi

BAB I PENDAHULUAN     Nekropsi merupakan pemeriksaan kondisi jaringan tubuh ternak yang dilakukan dengan cara membedah atau membuka rongga tubuh sehingga fisik organ dalam ternak dapat diamati. Dalam penggunaanya, nekropsi banyak digunakan dalam hal pemeriksaan unggas yang diduga telah terjangkit penyakit. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui penyakit yang diderita oleh unggas sehingga dapat ditentukan penanganan yang tepat untuk menanggulangi penyakit tersebut agar peternakan terhindar dari kerugian finansial yang lebih besar. Maka dari itu nekropsi sangat penting untuk dipelajari, mengingat pentingnya menjaga kesehatan unggas dalam keberlangsungan usaha peternakan.     Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan lebih terlatih dalam melakukan nekropsi pada unggas dan mampu menganalisa penyakit yang diderita oleh unggas. Manfaat dari praktikum ini adalah agar praktikan lebih memahami secara mendalam mengenai karakteristik penampilan luar dan organ dalam unggas yang terkena penya