Skip to main content

SISTEM TIGA STRATA (STS) UNTUK KETERSEDIAAN PAKAN TERNAK SEPANJANG TAHUN

BAB I

PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang
    Ada bebera hal yang menyebabkan rendahnya ketersediaan hijauan. Pertama, peternak belum menguasai teknologi yang berhubungan dengan pengadaan dan penyediaan pakan. Kedua, nilai ekonomi pakan hijauan masih rendah, karena masih dapat mensubstitusikan dengan rumput alam sehingga permintaan dan pasar pakan hijauan masih terbatas. Ketiga, pemilikan lahan peternak yang terbatas, sehingga pemanfaatannya bersaing dengan tanaman lain. Untuk Mengatasi hal ini maka diperlukan suatu manajemen penanaman dengan Sistem Tiga Strata (STS). Sistem Tiga Strata (STS) merupakan suatu cara penanaman serta pemangkasan rumput, leguminosa, semak, dan pohon sehingga hijauan tersedia sepanjang tahun.

1.2    Rumusan Masalah   
    Pakan ternak yang ketersedianya masih kurang di musim kemarau menjadi kendala tersendiri bagi peternak. Maka dari itu produksi pakan ternak perlu ditingkatkan dengan manajemen penanaman pakan yang baik dan terintegrasi dengan pertanian. Salah satu solusinya adalah penanaman dengan Sistem Tiga Strata (STS), sehingga diperlukan untuk menguasai bagaimana cara penanaman dengan sistem ini.

BAB II

PEMBAHASAN


2.1 Metode Penanaman Sistem Tiga Strata
    Metode yang digunakan dalam penanaman dengan sistem tiga strata adalah sebagai berikut


Stratum pertama terdiri dari tanaman rumput potongan dan legume herba/menjalar yang disediakan bagi ternak pada musim penghujan. Stratum kedua terdiri dari tanaman yang disediakan bagi ternak apabila rumput sudah mulai berkurang produksinya pada awal musim kemarau. Stratum tiga terdiri dari legume pohon  yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai fungsi. Pola penanaman melalui sistem tiga strata atau pertanaman lorong dapat dikembangkan sebagai suatu cara untuk tetap dapat tersedia sepanjang tahun. Pola ini, telah berhasil meningkatkan penyediaan pakan ternak dan bahkan meningkatkan produksi ternak serta mengurangi erosi tanah. Lahan yang kurang subur yang diintegrasikan dengan STS dapat ditingkatkan dengan bintil-bintil nitrogen dari nodulasi akar tanaman leguminosa, pupuk hijau, dan pupuk kandang. Karenanya, lahan yang subur dipakai untuk tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Rumput, semak, dan pohon ditanam sebagai pagar dari tanaman palawija ataupun tanaman perkebunan terutama pada lahan sempit.

2.2 Produktifitas Sistem Tiga Strata

    Produksi pakan hijauan STS 91% lebih tinggi dari Sistem Tradisional. Munculnya  estrus  yang  lebih  cepat  dan  calving interval  yang  lebih  pendek  pada  sapi  yang  dipelihara pada  STS  mengindikasikan  bahwa  mutu  pakan  yang dikomsumsi sapi yang dipelihara pada  STS  kualitasnya jauh lebih baik daripada yang dipelihara dengan  NTS (Sistem Tradisional). Pakan  hijauan  dengan  STS  akan  tersedia  sepanjang tahun, sedangkan dengan NTS pakan hijauan berlimpah pada  musim  hujan,  tetapi  kekurangan  pada  musim kemarau Dengan  STS, makanan  lebih  banyak mengandung  pakan  semak  dan  pohon  tetapi  lebih sedikit  mengandung  pakan  rumput.  Makanan  yang banyak  mengandung  semak  dan  pohon  lebih  banyak mengandung  protein  kasar  daripada  rumput,  maka untuk  itu  pemeliharan  sapi  dengan  STS  makanannya lebih bergizi daripada NTS. Unsur hara dalam bentuk N 75% lebih tinggi, bahan organik 13% lebih tinggi dan humus 23% lebih tinggi. STS meningkatkan kesuburan lahan dengan bintil-bintil nitrogen dari tanaman legum, humus dari akar dan daun yang melapuk dan pupuk kandang dari kotoran ternak.

2.3 Keunggulan Sistem Tiga Strata
    Pola penanaman melalui sistem tiga strata atau pertanaman lorong dapat dikembangkan sebagai suatu cara untuk tetap dapat tersedia sepanjang tahun. Pola ini, telah berhasil meningkatkan penyediaan pakan ternak dan bahkan meningkatkan produksi ternak serta mengurangi erosi tanah. Manajemen perbaikan pakan dilakukan dengan memberikan hijauan pakan bermutu sesuai  dengan kebutuhan untuk hidup pokok dan berproduksi, ditambah daun leguminosa serta konsentrat pakan lokal. Sistem ini juga dapat mengurangi erosi tanah dan aliran air permukaan memperbaiki infiltrasi air, mempertahankan kelembaban tanah, memperbaiki struktur tanah, menambah bahan organik tanah, dapat menghambat penyebaran gulma dan dapat menambah hasil tanaman pokok. Semua pola usahatani yang dikembangkan perlu berwawasan konservasi tanah.

BAB III

PENUTUP


3.1 Simpulan

    Sistem Tiga Strata merupakan alternatif penyedia hijauan pakan yang berkesinambungan tanpa mengabaikan kualitas hijauan. Mutu  pakan  yang dipelihara pada  STS  kualitasnya jauh lebih baik daripada yang dipelihara dengan  NTS (Sistem Tradisional). Sistem ini mempunya keunggulan terutama mengurangi erosi tanah, mempertahankan kelembaban tanah, memperbaiki struktur tanah, menambah bahan organik tanah, dapat menghambat penyebaran gulma dan dapat menambah hasil tanaman pokok.
3.2 Saran
Penanaman dengan metode Sistem Tiga Strata (STS) layak dikembangkan dalam lahan pertanian. Sistem cocok dikembangkan untuk jenis tanah kering.

DAFTAR PUSTAKA


Fiana Yossita, Imam Sulistyono, Soeparmo Wibowo, Tarbiatul Munawarah, Ludy Kartika Kristianto dan M. Basir Nappu. Usahatani Terpadu Antara Tanaman Pangan dan Ternak Sapi Sebagai Penghasil Bakalan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur
Partama Gaga, D.P.M.A. Candrawati, I. W. Sudiastra, N. N. Candraasih Kusumawati, dan I. G. N. Kayana. 2013. Penerapan Sistem Tiga Strata (STS) untuk Mengatasi Masalah Hijauan Makanan Ternak pada Petani Ternak Sapi di Desa Pengotan, Kabupaten Bangli. Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar. Udayana Mengabdi 12  (2):  73  -  76
Pemayun Tjok G. O., Sentana Putra, dan W. Puger. 2014. Penampilan Reproduksi Sapi Bali pada Sistem Tiga Strata. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar. Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 8  No. 1
Sajimin, E.Sutedi, N.D. Purwantari dan B.R. Prawiradiputra. Agronomi Rumput Benggala (Panicum Maximum Jacq) dan Pemanfaatannya Sebagai Rumput Potong. Balai Penelitian Ternak, P.O. Box. 221 - Bogor 16002
Yuhaeni Siti, N.P . Suratmini, N.D. Purwantari, T. Manurung, dan E. Sutedi. 1997. Pertanaman Lorong (Alley Cropping) Leguminosa dengan Rumput Pakan Ternak : Pengaruh Jenis Rumput dan Jarak Larikan Glirisidia Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Hijauan Pakan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 1 No. 4

Comments

Popular posts from this blog

Kalopo (Calopogonium mucunoides)

Tanaman ini tumbuh menjalar dan bisa memanjang sampai 30- 50 cm. Tanaman ini beradaptasi pada tanah yang basah dan tidak tahan terhadap kekeringan. Batang dan daun yang muda berbulu, berwarna coklat keemasan. Bentuk daun bulat dan berkelompok 3 dalam satu tangkai. Bunganya kecil berwarna ungu. Jenis legum ini kurang disukai oleh ternak karena daun  dan batangnya berbulu. Biasa ditanam dengan biji dengan kebutuhan 6-9 Kg/ha. Dapat ditanam dengan rumput Rhodes dan  Brachiaria .

Zat Pengharum pada Pakan Ayam

Untuk menambah daya rangsang ayam terhadap pakan, bisa juga ditambahkan pengharum yang beraroma khusus, biasanya berasal dari ekstrak tumbuhan. Pengharum ini dapat diperoleh di importir obat ternak atau toko-toko kimia. Bahan yang bisa dibeli di toko kimia seperti pengharum yang beraroma vanila. Penggunaan pengharum dalam pakan tidak mutlak. Tidak semua pakan komersial pabrik menggunakan pengharum. Dengan menggunakan bahan baku berkualitas baik akan dihasilkan pakan dengan aroma yang khas. Proses pencetakan pelet melalui tahapan penguapan (steaming) akan memberikan aroma yang lebih merangsang ayam untuk meningkatkan konsumsi pakan.

Rumput Rhodes (Chloris gayana)

Tanaman ini berasal dari Afrika timur dan selatan. Merupakan jenis rumput berumur panjang dan membentuk rumpun yang  lebat. Rumput ini berkembang dengan stolon yang membentuk akar-akar pada buku-bukunya. Rumput ini mudah tertekan oleh jenis rumput-rumput yang lebih agresif seperti Cynodon  plectostachyus . Tinggi tanaman bisa mencapai 60-150 cm. Rumput ini dapat tumbuh pada tanah berstruktur ringan sampai berat dengan ketinggian tempat 0-3.000 m dpl dan bercurah hujan 762-1.270 mm/tahun. Mudah dikembangkan dengan biji. Kebutuhan biji 8-9 Kg/ha tergantung jarak tanam yang digunakan.