BAB I
PENDAHULUAN
Pakan adalah makanan/ asupan yang diberikan kepada hewan ternak (peliharaan). Pakan merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan dalam beternak. Pakan berkualitas adalah pakan yang kandungan protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitaminnya seimbang sesuai kebutuhan ternak. Pakan complete feed adalah suatu teknologi formulasi pakan yang mencampur semua bahan pakan yang terdiri dari hijauan (limbah pertanian) dan konsentrat yang dicampur menjadi satu tanpa atau hanya dengan sedikit tambahan rumput segar dan berimbang yang telah lengkap untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak, baik untuk pertumbuhan, perawatan jaringan maupun produksi. Kambing perah yang banyak dikembangkan di Indonesia umumya kambing Peranakan Etawa (PE), yang umumnya masih lebih dominan sebagai sumber daging dibandingkan dengan sumber air susu. Tentunya diperlukan pakan yang berkualitas menghasilkan produksi yang tinggi dari kambing Peranakan Etawa. Produksi ternak yang tinggi maka akan meningkatkan keuntungan dan berdampak baik untuk kelangsungan hidup bagi pemelihara ternak.Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kecernaan in vivo dari kambing Peranakan Etawa, mengetahui kecernaan bahan organik dan bahan kering, serta mampu menghitung kecernaan baik in vivo, BO ataupun BK. Manfaat praktikum adalah dapat mengetahui kecernaan BK dan BO pada kambing PE sebagai dasar dalam meningkatkan produksi ternak kambing PE.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kambing Peranakan EtawaKambing Peranakan Etawa merupakan kambing hasil persilangan dari kambing Kacang dengan kambing Etawa, kambing ini memiliki karakteristik yaitu memiliki telinga yang panjang menggantung, warna bulu hitam atau merah dengan putih dan memiliki bobot badan 40-45 kg (Susilorini et al., 2002). Kambing PE merupakan salah satu ternak yang cukup potensial sebagai penyedia protein hewani baik melalui daging maupun susunya (Soepranianondo, 2005).
2.2. Pakan Complete Feed
Pakan komplit merupakan jenis pakan yang cukup mengandung nutrien untuk ternak dalam tingkat fisiologis tertentu. Pakan komplit dibentuk dan diberikan sebagai satu-satunya pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi tanpa tambahan substansi lain kecuali air. Semua nutrien yang melewati rumen akan mengalami degradasi oleh mikroba rumen termasuk protein pakan. Suplementasi protein dalam pakan komplit menjadi kurang bermanfaat jika bukan merupakan protein terproteksi, karena fungsi proteksi pada protein adalah sebagai penghambat degradasi mikroba rumen sehingga dapat mensuplai lebih banyak asam-asam amino esensial pada usus (Fachiroh et al., 2012). Kecenderungan akan kebutuhan pakan komplit bagi ternak ruminansia, termasuk kambing dapat diterima dilihat dari aspek ekonomis dan teknis. Penggunaan pakan komplit merupakan salah satu metode pemberian pakan yang dapat diterapkan, terutama pada pola usaha yang intensif (Ginting et al., 2005).
2.3. Konsumsi
Konsumsi diperoleh dari selisih pemberian dan sisa pakan (Mathius et al., 2002). Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu yang penting untuk menentukan jumlah zat-zat makanan yang didapat untuk ternak yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat produksi dan dipengaruhi palatabilitas pakan (Widaningsih, 2012). Konsentrat yang diberikan 2 jam sebelum pakan hijauan akan meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik pakan sehingga pada akhirnya meningkatkan konsumsi pakan (Siregar, 1995). Kambing dapat mengkonsumsi bahan kering yang relatif banyak yaitu 5-7% dari berat hidupnya (Parakkasi, 1999).
2.4. Kecernaan Bahan Kering (BK) dan Bahan Organik (BO)
Kecernaan atau daya cerna merupakan bagian dari nutrien pakan yang tidak diekskresikan dalam feses dan yang diasumsikan sebagai bagian yang diabsorpsi oleh ternak. Kecernaan dipengaruhi oleh jumlah serta kandungan nutrien yang dikonsumsi oleh ternak tersebut. Besarnya kecernaan menentukan banyaknya nutrien yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan (Paramita et al., 2008). Kecernaan bahan kering ransum diperoleh dari selisih antara bahan kering ransum yang dikonsumsi dengan bahan kering feses dibagi dengan bahan kering yang dikonsumsi dikalikan dengan 100% (Rubianti et al., 2010).
Bahan organik merupakan bahan yang hilang pada saat pembakaran terdiri dari lemak kasar, protein kasar, serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen/BETN. Bahan organik merupakan bagian dari bahan kering sehingga konsumsi bahan kering berkolerasi positif dengan konsumsi bahan organik, seperti ditunjukkan. Bahan organik terdiri dari serat kasar, lemak kasar, protein kasar, dan BETN. Sedangkan bahan kering tersusun atas serat kasar, lemak kasar, protein kasar, BETN, dan abu (Kamal, 1994). Konsumsi bahan organik berhubungan dengan konsumsi energi, karena bahan organik dapat digunakan sebagai sumber energi (Kusumaningrum, 1998). Secara statistik data kecernaan bahan organik apabila dihubungkan dengan kecernaan bahan kering maka hasilnya juga akan saling mengikuti. Kecernaan bahan kering dengan sendirinya akan mempengaruhi kecernaan bahan organik (Tillman et al.,1982).
BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Ransum Ruminansia dengan materi pemberian pakan, penghitungan sisa pakan, koleksi feses dan urin dilaksanakan pada .......... di Kandang..........3.1. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum Ransum ruminansia yaitu kandang metabolis yang digunakan sebagai tempat tinggal ternak, tempat pakan dan minum, timbangan pakan digunakan untuk menimbang pakan, timbangan ternak digunakan untuk menimbang ternak, oven digunakan untuk menganalisis kadar BK pada bahan pakan, hijauan dan feses, gelas ukur digunakan untuk mengukur jumlah urin yang keluar, tanur digunakan untuk menanur bahan pakan, hijauan dan feses yang akan digunakan untuk analisis kadar BK serta tempat penampungan urin dan feses.
Bahan yang digunakan dalam praktikum Ransum Ruminansia yaitu kambing Peranakan Etawa, ransum yang digunakan yaitu hijauan (rumput lapangan) dan konsetrat dengan perbandingan 60 : 40 serta menggunakan berbagai perlakuan (T0, T1, T2, dan T3).
3.2. Metode
Metode yang dilakukan dalam praktikum Ransum Ruminansia yaitu menghitung jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak setiap hari, pratikum dilakukan selama (9) sembilan hari, melakukan pencampuran bahan pakan, kemudian memberikan pakan setiap hari 2 kali dalam sehari, pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, melakukan sanitasi kandang dengan membersihkan kandang setiap hari, pada hari kedua melakukan penghitungan sisa pakan dengan mengumpulkan sisa pakan kemudian ditimbang yang dilakukan setiap pagi, total koleksi feses dilakukan mulai hari keempat sampai hari terakhir.
3.2.1. Total Koleksi Sampel Feses
Feses diambil setiap kali ternak membuang feses dan diletakkan pada bak penampungan, feses yang baru keluar langsung disemprot dengan menggunakan larutan HCl dan ditampung setiap hari selama 6 hari, penyemprotan dilakukan 2 jam sekali, penimbangan feses dilakukan setiap pagi hari, pada akhir total koleksi feses ditimbang untuk mengetahui berat totalnya.
3.2.2. Total Koleksi Sampel Urin
Pengambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan total koleksi urin dalam satu hari dan terpisah dengan feses. Tempat penampungan urin sebelumnya diisi dengan HCL sebanyak 100 ml, kemudian disaring dengan corong penyaring sampel kira-kira 10% dari sempel, sampel tersebut diberi label kemudian disimpan dalam almari pendingin untuk dianalisis kandungannya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. KonsumsiBerdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil seperti data berikut:
Tabel 1. Konsumsi Pakan Kambing Peranakan Etawah
Jenis Pakan | Kadar BK | BS Pakan | Jumlah Konsumsi BK | |||
Pemberian | Sisa | Pemberian | Sisa | |||
| --------%------- | ------------kg----------- | ||||
Konsentrat | 89,94 | 88,74 | 7 | 2,915 | 2,51 | |
R. Lapangan | 21,52 | 87,26 | 6,3 | 2,945 | ||
Sumber: Data Primer Praktikum Ransum Ruminansia, 2014.
Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil jumlah konsumsi 2,51 kg yang berasal dari pakan yang diberikan dikurangi dengan sisa pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Mathius et al. (2002) yang menyatakan bahwa data konsumsi diperoleh dari selisih pemberian dan sisa pakan. Widaningsih (2012) menambahkan bahwa jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu yang penting untuk menentukan jumlah zat-zat makanan yang didapat untuk ternak yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat produksi dan dipengaruhi palatabilitas pakan. Konsumsi bahan kering kambing PE dengan bobot badan sebesar 24,3 diperoleh hasil sebesar 1,5% dari bobot badan. Hasil yang diperoleh tergolong rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Devendra dan Burns (1994) yang menyatakan bahwa kambing lokal (kambing pedaging dan perah) di daerah tropis diberi pakan sekenyangnya mempunyai konsumsi bahan kering harian dalam kisaran 1,8-4,7% dari berat hidupnya.
4.2. Kecernaan Bahan Kering (BK) dan Bahan Organik (BO)
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil seperti data berikut:
Tabel 2. Perhitungan Kecernaan BK dan BO
| Hasil | Literatur |
| --------------------- -----------------------%---------------------- | |
KcBK | 6,77 | 60 |
KcBO | 18,91 | 21 |
Sumber : Data Primer Praktikum Ransum Ruminansia, 2014.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa kecernaan bahan kering yaitu sebesar 6,77%. Hal tersebut menunjukan bahwa kecernaan bahan kering terhadap pakan yang dikonsumsi kambing rendah atau dapat dikatakan bahwa tidak sesuai dengan standar kecernaan bahan kering. Hal ini sesuai dengan pendapat Fathul dan Wajizah (2010) yang menyatakan bahwa nilai KcBK ransum yang baik apabila mempunyai nilai KcBK lebih dari 60%. Hal ini diperkuat oleh Tilman (1984) dalam Paramita et al. (2008)yang menyatakan bahwa kandungan serat kasar dan protein kasar pakan, perlakuan terhadap bahan pakan, faktor spesies ternak serta jumlah pakan akan mempengaruhi kecernaan, yang erat hubungannya dengan konsumsi, yaitu pada pemberian hijauan tua yang sifatnya sangat voluminousyang didapatkan pada hijauan yang kecernaannya dibawah 66 % dan lamban dicerna dibandingkan dengan bagian tanaman yang tidak berserat.
Berdasarkan kecernaan bahan kering yang telah dihitung dapat diketahui bahwa penambahan minyak bunga matahari pada ransum tidak mempengaruhi dalam meningkatkan kecernaan bahan kering terhadap kambing yang dipelihara. Oleh sebab itu, kecernaan bahan kering berkaitan erat dengan konsumsi pakan dan nutrien yang terkandung dalam ransum yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Khotijah et al. (2014) yang menyatakan bahwa penambahan minyak bunga Matahari dalam ransum tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering, dengan semakin meningkatnya kadar minyak bunga Matahari dalam ransum yang menyebabkan ternak akan mengurangi konsumsi bahan keringnya. Hal ini diperkuat oleh Harvatine dan Allen (2006) bahwa peningkatan asam lemak tidak jenuh secara linier dapat menurunkan konsumsi bahan kering. Ditambahkan oleh Paramita et al. (2008) bahwa konsumsi pakan berkaitan dengan kecernaan nutrien yang dikandungnya, sedangkan kecernaan dipengaruhi oleh jumlah serta kandungan nutrien yang dikonsumsi oleh ternak tersebut.
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa kecernaan bahan organik (KcBO) pakan yang diberikan adalah 18,91%. Pakan yang adalah pakan T3 terdiri dari dedak 25%, bungkil kedelai 5%,complete feed50% dan rumput lapangan 20% dan aditif minyak biji bunga matahari ini tergolong rendah.Hasil KcBO yang tidak sesuai ini dimungkinkan karena ransum yang diberikan terdiri dari berbagai macam bahan pakan yang kecernaannya juga berbeda-beda sehingga hasil analisis juga tidak sesuai standar. Prasetyo et al. (2013) melaporkan bahwa kecernaan bahan organik pakan kontrol yang terdiri dari konsentrat dan rumput lapangan adalah sebesar 20,77%. Rendahnya kecernaan bahan organik ini kemungkinan juga disebabkan oleh umur rumput lapangan yang diberikan terlalu tua. Hal ini sesuai dengan pendapat Surono et al. (2003) yang menyatakan bahwa pada tanaman yang tua, kandungan dinding selnya tinggi sehingga menyebabkan kecernaan bahan pakan menjadi rendah. Sebaliknya, pada tanaman yang belum tua kandungan isi sel (karbohidrat dan protein) yang tinggi menyebabkan kecernaan bahan pakan menjadi tinggi. Kusumaningrum (1998) menambahkan bahwa konsumsi bahan organik berhubungan dengan konsumsi energi, karena bahan organik dapat digunakan sebagai sumber energi. Minyak biji bunga matahari berpengaruh terhadap kadar lemak dari ransum yang diberikan. Menurut Lukito et al. (2004) minyak bijibunga mataharibanyak disukai karena kandungan asamlemak tak jenuh, terutama asam linoleatnya tinggi, selainitu minyak inipraktissedikitmengandungracun dan kandungan vitamin E-nya besar.Sebagaisumber minyak nabatibiji bunga matahari mengandungasamlemak yang tinggidengan proporsiasamlemak tak jenuhsebesar 72%.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Konsumsi diperoleh dari selisih pemberian dan sisa pakan. Jumlah konsumsi pakan menentukan jumlah zat-zat makanan yang didapat untuk ternak yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat produksi. Kecernaan bahan kering terhadap pakan yang dikonsumsi kambing adalah sebesar 32,65%. Angka ini tergolong rendah atau dapat dikatakan bahwa tidak sesuai dengan standar kecernaan bahan kering yaitu sebesar 60%. Nilai kecernaan bahan organik yang diperoleh sebesar 18,91%. Nilai kecernaan bahan organik ini tidak sesuai dimungkinkan karena ransum yang diberikan terdiri dari berbagai macam bahan pakan yang kecernaannya juga berbeda-beda sehingga hasil analisis juga tidak sesuai standar.
5.2. Saran
Dalam pelaksanaan praktikum perlu ditambah lagi perlakuan agar lebih banyak lagi analisisnya dan diperbaiki lagi sistematika praktikumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Fachiroh L., B.W.H.E. Prasetiyono dan A. Subrata. 2012. Kadar Protein dan Urea Darah Kambing Perah Peranakan Etawa yang Diberi Wafer Pakan Komplit Berbasis Limbah Agroindustri dengan Suplementasi Protein Terproteksi. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang. Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 443 – 451
Fathul, F. dan S. Wajizah. 2010. Penambahan mikromineral Mn dan Cu dalam ransum terhadap aktivitas biofermentasi rumen domba secara in vitro. JITV. 15(1): 9-15.
Ginting Simon P., Fera Mahmilia, Simon Elieser, Leo P. Batubara Dan Rantan Krisnan. 2005. Tinjauan Hasil Penelitianpengembangan Pakan Alternatif dan Persilangan Kambing Potong. Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1 Galang, Sumatera Utara
Harvatine, K.J., dan Allen M.S. 2006. Effects of fatty acid supplements on feed intake, and feeding and chewing behavior of lactating dairy cow. J Dairy Sci. (89): 1104-1112.
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak I. Fakultas Peternakan . Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Khotijah, L., Zulihar R., Setiadi M.A., Wiryawan K.G., dan Astuti D.A. 2014. Suplementasi minyak bunga Matahari (Helianthus annuus) pada ransum pra kawin terhadap konsumsi nutrien, penampilan, dan karakteristik estrus domba Garut. JITV. 19 (1): 9-16.
Kusumaningrum, D. A. 1998. Pengaruh Tipe Karbohidrat dan Aras Undegraded Protein terhadap Konsumsi, Kecernaan Nutrien dan Parameter Fermentasi Rumen Pada Sapi Peranakan Friesian Holstein. Tesis. Program Pasca sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Lukito,Y. A., R. E. Pardian dan Y. H. Fithri. 2004. Proses pembuatan minyak biji bunga matahari menggunakan metode ekstraksi-destilasi dengan pelarut n-hexan dan pelarut etanol. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses.
Mathius, I.W., I. B. Gaga, dan I. K. Sutama. 2002. Kebutuhan Kambing PE Jantan Muda akan Energi dan Protein Kasar, Konsumsi, Kecernaan, Ketersediaan dan Pemanfaatan Nutrien. JITV Vol. 7. No. 2. Th. 2002.
Devendra dan Burns. 1994. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia.
Paramita, W., Waluyo E.S., dan A.B. Yulianto. 2008. Konsumsi dan kecernaan bahan kering dan bahan organik dalam haylase pakan lengkap ternak sapi Peranakan Ongole. Media Kedokteran Hewan. 24 (1): 59-62.
Prasetyo, A. B., C. P. Hadi dan T. Widiyastuti. 2013. Kecernaan in-vitro bahankeringdan organic sertakonsentrasivfa total padapakankambing yang disuplementasiSaccharomyces cerevisiae. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1(1): 1-9.
Rubianti, A., P.TH. Fernandez, H.H. Marawali, dan E. Budisantoso. 2010. Kecernaan bahan kering dan bahan organik hay Clitoria ternatea dan Centrocema pascuorum CV Cavalcade pada sapi Bali lepas sapih. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Siregar, S.B. 1995. Pakan ternak ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.
Surono, M. Soejonodan S. P.S. Budhi. 2003. Kecernaan bahan kering dan bahan organik in vitro silase rumput gajah pada umur potong dan level aditif yang berbeda. JITAA. 28 (4): 204-210.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumodan S. Lebdosoekojo. 1982. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Widaningsih, E. 2012. Performa Kambing Peranakan Etawah Muda Dan Produktivitas Induk Laktasi Dengan Sistem Pemberian Pakan Yang Berbeda Di Lahan Pasca Galian Pasir. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah berkomentar,semoga bermanfaat